1. Risiko Penularan COVID-19 Semakin Tinggi
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti mengatakan penyelenggara Pilkada berpotensi memunculkan kerumunan-kerumunan massa sehingga potensi penularan sangat tinggi. Terlebih lagi, dia mengungkap kini sejumlah bakal calon juga terinfeksi virus Corona.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selama beberapa hari semenjak penetapan calon, kerumunan massa tidak bisa dihindari. Potensi penularan sangat besar. Selain itu beberapa calon juga positif COVID-19," jelasnya.
Muhammadiyah kemudian mewanti-wanti penularan Corona terhadap masyarakat. Mu'ti berharap agar pemerintah mendengarkan aspirasi dari rakyat.
"Kasihan rakyat jika harus menanggung resiko tertular COVID-19. Ya. Semoga Pemerintah bisa lebih mendengar," sebut Mu'ti.
2. Bisa Menambah Kasus Baru
Pelaksanaan Pilkada di tengah pandemi sangat rawan dan membahayakan keselamatan masyarakat. Pilkada di masa pandemi potensial menambah jumlah kasus positif COVID-19.
"Di tengah vaksin yang hingga kini belum juga ditemukan maka pertimbangan keselamatan nyawa rakyat harus dipandang lebih penting dari agenda ketatanegaraan apapun. Penundaan Pilkada merupakan langkah paling 'menyelamatkan' bangsa Indonesia dari meningkatnya jumlah kasus positif COVID-19," kata Kepala Pusat Studi Hukum (PSH) UII Anang Zubaidy.
3. Bulan Desember Dinilai Jadi Puncak Pandemi
Pendapat ini disampaikan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla JK, yang juga Ketua Palang Merah Indonesia (PMI), memberi wanti-wanti soal ancaman COVID-19. Dia juga mengingatkan soal tantangan lain yang mungkin berpotensi mengganggu jalannya pilkada serentak.
"Namun, perlu diketahui, bulan Desember 2020, para epidemiolog memperkirakan puncak pandemi dan puncak musim hujan. Jadi partisipasi pemilih akan rendah dengan risiko dan biaya besar," ujar politikus senior Golkar ini.
"Pilkada Desember masalahnya, selain pandemi, saat itu juga puncaknya musim hujan. Orang bakal takut ke TPS karena menghindari penularan dan karena hujan. Dampaknya ke partisipasi pemilih yang mungkin jeblok," imbuh dia.
4. Penolakan Pilkada Berpotensi Meningkatkan Angkat Golput
Gerakan Pemuda (GP) Al Washliyah Sumatera Utara (Sumut) mewanti-wanti Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal tingginya warga yang tak menggunakan hak pilih alias golput jika pilkada tidak ditunda. Golput tinggi dinilai bakal terjadi karena banyak ormas yang meminta Pilkada 2020 ditunda.
"Apabila ormas-ormas Islam dan para ulama mengeluarkan fatwa melarang umatnya untuk datang ke TPS seperti mengimbau untuk tidak melaksanakan salat di masjid ketika wabah COVID menyebar luas, bisa dipastikan akan terjadi angka golput sangat besar terjadi di Pilkada 2020," kata ketua GP Al-Wasliyah Sumut, Zulham Efendi Siregar, kepada wartawan, Selasa (22/9)
Ormas-ormas Islam yang sudah meminta agar Pilkada 2020 ditunda antara lain adalah PP Muhammadiyah, PBNU, dan PB Al-Washliyah. Permintaan ini disampaikan karena jumlah orang yang terpapar virus Corona di Indonesia yang masih tinggi.
"Gerakan Pemuda Al-Washliyah Sumatera Utara meminta kepada Bapak Presiden, DPR, dan KPU untuk segera bertemu dengan tokoh-tokoh agama, para ulama, tokoh pemuda, dan ormas-ormas Islam di Indonesia untuk memutuskan hal ini," ucap Zulham.
(ibh/azr)