Gambaran Potensi Bahaya Pilkada di Tengah Pandemi

Round-Up

Gambaran Potensi Bahaya Pilkada di Tengah Pandemi

Tim detikcom - detikNews
Rabu, 23 Sep 2020 07:47 WIB
Warga mengikuti simulasi pemungutan suara Pilkada serentak 2020 di Jakarta, Rabu (22/7/2020). Simulasi tersebut digelar untuk memberikan edukasi kepada masyarakat terkait proses pemungutan dan penghitungan suara Pilkada serentak 2020 yang akan dilaksanakan pada 9 Desember 2020 dengan menerapkan protokol kesehatan COVID-19.
Ilustrasi pilkada di tengah pandemi Corona (Foto: Agung Pambudhy)
Jakarta -

Pemerintah memutuskan tetap melaksanakan Pilkada Serentak 2020 pada 9 Desember 2020 mendatang di tengah pandemi virus Corona. Sejumlah pihak menilai Pilkada di tengah pandemi Corona bakal menimbulkan bahaya yang mengancam keselamatan masyarakat.

Diketahui, Komisi II DPR, Mendagri Tito Karnavian, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sepakat tidak menunda Pilkada Serentak 2020. Kesepakatan itu dibacakan Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tanjung selaku pimpinan rapat dalam rapat kerja di Komisi II DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, pada Senin, 21 September 2020.

"Mencermati seluruh tahapan yang sudah dan sedang berlangsung masih sesuai sebagaimana yang telah direncanakan dan situasi yang masih terkendali, maka Komisi II DPR RI bersama Menteri Dalam Negeri, Ketua KPU RI, Ketua Bawaslu RI dan Ketua DKPP RI menyepakati bahwa pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 tetap dilangsungkan pada 9 Desember 2020," ujar Doli.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dengan penegakan disiplin dan sanksi hukum terhadap pelanggaran protokol kesehatan COVID-19," imbuhnya.

Kemudian, sejumlah pihak pun menuntut agar penyelenggara Pilkada 2020 itu ditunda. Sejumlah potensi bahaya dinilai akan terjadi jika Pilkada tetap dilaksanakan di tengah pandemi.

ADVERTISEMENT

Dirangkum detikcom, Selasa (22/9/2020) sejumlah tokoh mengungkapkan pendapat terkait potensi-potensi bahaya yang terjadi jika Pilkada 2020 tetap dilanjut. Berikut potensi bahaya jika Pilkada tetap dilaksanakan di masa pandemi:

1. Risiko Penularan COVID-19 Semakin Tinggi

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti mengatakan penyelenggara Pilkada berpotensi memunculkan kerumunan-kerumunan massa sehingga potensi penularan sangat tinggi. Terlebih lagi, dia mengungkap kini sejumlah bakal calon juga terinfeksi virus Corona.

"Selama beberapa hari semenjak penetapan calon, kerumunan massa tidak bisa dihindari. Potensi penularan sangat besar. Selain itu beberapa calon juga positif COVID-19," jelasnya.

Muhammadiyah kemudian mewanti-wanti penularan Corona terhadap masyarakat. Mu'ti berharap agar pemerintah mendengarkan aspirasi dari rakyat.

"Kasihan rakyat jika harus menanggung resiko tertular COVID-19. Ya. Semoga Pemerintah bisa lebih mendengar," sebut Mu'ti.

2. Bisa Menambah Kasus Baru

Pelaksanaan Pilkada di tengah pandemi sangat rawan dan membahayakan keselamatan masyarakat. Pilkada di masa pandemi potensial menambah jumlah kasus positif COVID-19.

"Di tengah vaksin yang hingga kini belum juga ditemukan maka pertimbangan keselamatan nyawa rakyat harus dipandang lebih penting dari agenda ketatanegaraan apapun. Penundaan Pilkada merupakan langkah paling 'menyelamatkan' bangsa Indonesia dari meningkatnya jumlah kasus positif COVID-19," kata Kepala Pusat Studi Hukum (PSH) UII Anang Zubaidy.

3. Bulan Desember Dinilai Jadi Puncak Pandemi

Pendapat ini disampaikan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla JK, yang juga Ketua Palang Merah Indonesia (PMI), memberi wanti-wanti soal ancaman COVID-19. Dia juga mengingatkan soal tantangan lain yang mungkin berpotensi mengganggu jalannya pilkada serentak.

"Namun, perlu diketahui, bulan Desember 2020, para epidemiolog memperkirakan puncak pandemi dan puncak musim hujan. Jadi partisipasi pemilih akan rendah dengan risiko dan biaya besar," ujar politikus senior Golkar ini.

"Pilkada Desember masalahnya, selain pandemi, saat itu juga puncaknya musim hujan. Orang bakal takut ke TPS karena menghindari penularan dan karena hujan. Dampaknya ke partisipasi pemilih yang mungkin jeblok," imbuh dia.

4. Penolakan Pilkada Berpotensi Meningkatkan Angkat Golput

Gerakan Pemuda (GP) Al Washliyah Sumatera Utara (Sumut) mewanti-wanti Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal tingginya warga yang tak menggunakan hak pilih alias golput jika pilkada tidak ditunda. Golput tinggi dinilai bakal terjadi karena banyak ormas yang meminta Pilkada 2020 ditunda.

"Apabila ormas-ormas Islam dan para ulama mengeluarkan fatwa melarang umatnya untuk datang ke TPS seperti mengimbau untuk tidak melaksanakan salat di masjid ketika wabah COVID menyebar luas, bisa dipastikan akan terjadi angka golput sangat besar terjadi di Pilkada 2020," kata ketua GP Al-Wasliyah Sumut, Zulham Efendi Siregar, kepada wartawan, Selasa (22/9)

Ormas-ormas Islam yang sudah meminta agar Pilkada 2020 ditunda antara lain adalah PP Muhammadiyah, PBNU, dan PB Al-Washliyah. Permintaan ini disampaikan karena jumlah orang yang terpapar virus Corona di Indonesia yang masih tinggi.

"Gerakan Pemuda Al-Washliyah Sumatera Utara meminta kepada Bapak Presiden, DPR, dan KPU untuk segera bertemu dengan tokoh-tokoh agama, para ulama, tokoh pemuda, dan ormas-ormas Islam di Indonesia untuk memutuskan hal ini," ucap Zulham.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads