Jakarta -
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tidak melanjutkan pengadaan Toa sebagai alat peringatan dini banjir. Anies menyebut penggunaan Toa bukan merupakan sistem untuk penanganan banjir di Jakarta.
"Ini bukan early warning system, ini Toa, ini Toa, this is not a system," ujar Anies dalam video yang disiarkan channel YouTube Pemprov DKI Jakarta, Jumat (7/8/2020).
Anies mengatakan sistem itu seharusnya berisi informasi yang jelas seputar peringatan dini banjir. Anies meminta kepada jajarannya, sistem penanganan banjir di Jakarta harus sudah jadi dalam waktu 2 minggu ini.
"Sistem itu kira-kira begini, kejadian air di Katulampa sekian, keluarlah operasionalnya dari Dishub, kesehatan, MRT, Satpol, seluruhnya itu tahu wilayah mana yang punya risiko. Jadi, sebelum kejadian, kita sudah siap," katanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Diskominfotik punya data record-nya, Katulampa tingginya sekian, temponya sekian, Manggarai sekian. Lalu wilayah mana yang kena banjir, itu sudah langsung jadi algoritma. Algoritma itu sudah bisa dipakai memprediksi dan mempersiapkan. Jadi yang terkait pengendalian dampak banjir ini kita keroyokan, ini harus jadi dalam waktu kurang dari 2 minggu," sambungnya.
Tonton juga video 'Asrama Polri di Gorontalo Terendam Banjir:
[Gambas:Video 20detik]
Menurut Anies, saat ini hanya ada 15 kelurahan yang menggunakan Toa peringatan dini banjir. Anies menyebut mulanya pengadaan Toa itu berasal dari hibah Jepang. Setelah hibah itu, Pemprov DKI melakukan pembelian Toa untuk pengadaan di kelurahan yang belum terpasang.
"Ini (Toa) adalah cara promosi (Jepang) paling bagus, hibah dulu, habis itu pengadaan dan strategi mereka sukses, lalu kita belanja terus ke Jepang. La, buat apa? Ini kalau untuk kasus immediate, seperti tsunami, boleh. Kalau kita punya musuh perang, ini perlu warning system, ada pesawat perang lewat. Tapi kan tidak, nggak perlu ini semua, jadi jangan diteruskan belanja ini dan ini boleh jadi museum," katanya.
Anies mengatakan saat ini deteksi dini banjir sudah tidak relevan lagi menggunakan Toa. Menurutnya, dari alat-alat yang sudah ada pun banyak yang tidak berfungsi secara baik.
"Lebih baik early warning system-nya gunakan WhatsApp, masjid, sama tempat yang ada speaker. Toa ini sudah telanjur ada ya sudah, dipakai, tapi tidak usah ditambah. Lalu bangunnya sistem, jangan bangun Toa seperti ini," tegasnya.
Sebelumnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta menganggarkan Rp 4,073 miliar untuk menambah 6 disaster warning system (DWS) pada 2020. BPBD menyebut DWS bukan seperti pengeras suara atau Toa yang umum ditemukan.
"Pengeras ini bukan Toa biasa karena bisa dipantau dari Pusdatin untuk langsung ke lokasi yang ada. Anggaran tersebut sudah ada di e-budgeting," ucap Kepala Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Muhammad Insyaf saat dihubungi, Kamis (16/1).
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini