Bilamana diteruskan ke MA maka 'bola panas' PK Djoko Tjandra itu berada di tangan majelis hakim agung. Sebagai catatan, MA pernah menolak permohonan PK yang diajukan tanpa kehadiran pemohon.
Seperti pada tahun 2010 saat MA memutuskan tidak dapat menerima (niet ontvakelijk verklaard) dua permohonan PK atas nama Vaylana Dharmawan dan Ranendra Dangin. Ada pula putusan serupa atas nama Taswin Zein.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Taswin saat itu merupakan terpidana kasus korupsi proyek Depnakertrans. Saat itu Taswin 4 tahun penjara dan denda Rp 50 juta serta ganti rugi Rp 100 juta. Krisna Harahap selaku anggota majelis PK saat itu menyatakan PK tidak dapat diterima karena permohonan PK diajukan tanpa memenuhi persyaratan formal, seperti diatur di dalam Pasal 263 ayat (1) KUHAP, yakni pengajuan permohonan PK harus oleh terpidana atau ahli warisnya.
Majelis berpendapat bahwa pengajuan itu tidak dapat dikuasakan karena sesuai ketentuan Pasal 265 ayat (2) KUHAP, pemohon harus ikut hadir dan menandatangani berita acara pemeriksaan sesuai ketentuan yang tertera di dalam Pasal 265 ayat (3) KUHAP. Sebagai catatan, putusan PK ini diambil sebelum lahirnya SEMA Nomor 1 Tahun 2012 yang mewajibkan pemohon PK hadir di pengadilan.
"Karena permohonannya tidak diterima, terpidana tetap harus menjalani hukuman penjara 4 tahun, denda Rp 50 juta dan membayar ganti rugi Rp 100 juta seperti yang diputuskan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," ujarnya.
Berkaca dari hal itu mari bersama-sama kawal proses hukum luar biasa yang diajukan Djoko Tjandra itu.
(dhn/fjp)