Namun urusan PK ini sempat menjadi sengkarut dalam hukum di Tanah Air saat seorang buronan bernama Sudjiono Timan lolos dari jeratan hukum tanpa sedetik pun muncul di pengadilan saat mengajukan PK. Kehebohan Timan itu melahirkan Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 1 Tahun 2012 yang mewajibkan pemohon PK hadir di pengadilan. SEMA ini ditandatangani Ketua MA tanggal 28 Juni 2012.
"Dalam SEMA tersebut, MA menegaskan bahwa permintaan PK yang diajukan oleh kuasa hukum terpidana tanpa dihadiri oleh terpidana harus dinyatakan tidak dapat diterima dan berkas perkaranya tidak dilanjutkan ke (MA)," demikian bunyi SEMA itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal ini berlaku bagi seluruh peradilan negeri/militer.
"SEMA ini mendasarkan pada Pasal 263 ayat (1) dan Pasal 265 ayat (2) dan (3) KUHAP," ujarnya.
Pasal 263 ayat 1 KUHAP berbunyi:
Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.
Pasal 265 ayat 2 KUHAP berbunyi:
Dalam pemeriksaan sebagaimana tersebut pada ayat (1), pemohon dan jaksa ikut hadir dan dapat menyampaikan pendapatnya.
Pasal 265 ayat 3 KUHAP berbunyi:
Atas pemeriksaan tersebut dibuat berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh hakim, jaksa, pemohon dan panitera dan berdasarkan berita acara itu dibuat berita acara pendapat yang ditandatangani oleh hakim dan panitera.
Dengan adanya SEMA itu maka Djoko Tjandra hadir pada 8 Juni 2020 untuk mengajukan PK. Namun dalam perjalanan sidangnya Djoko Tjandra selalu absen dengan alasan kesehatan.
Majelis hakim saat itu memberikan 3 kali kesempatan Djoko Tjandra untuk datang tetapi hasilnya nihil. Kini proses persidangan di pengadilan negeri untuk PK Djoko Tjandra tuntas sudah. Mengenai PK itu akan diteruskan ke MA atau tidak berada di tangan ketua pengadilan negeri.