Didakwa Terima Gratifikasi Rp 8,6 Miliar
Imam juga didakwa menerima gratifikasi Rp 8,6 miliar. Uang gratifikasi itu berasal dari Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy hingga anggaran Satlak Prima.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Telah menerima gratifikasi berupa uang yang seluruhnya sejumlah total Rp 8.648.435.682," kata jaksa KPK saat membacakan surat dakwaan dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat, Jumat (14/2/2020).
Perbuatan Imam dilakukan bersama-sama dengan Asisten Pribadi Menpora Miftahul Ulum. Berikut ini penerimaan gratifikasi Imam Nahrawi yang dibacakan jaksa:
- Senilai Rp 300.000.000 dari mantan Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy untuk kegiatan Imam dalam acara Muktamar NU di Jombang, Jawa Timur.
- Senilai Rp 4.948.435.682 sebagai uang tambahan operasional Menpora dari Lina Nurhasanah selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Program Indonesia Emas (Prima) Kemenpora periode 2015-2016.
- Sebesar Rp 2.000.000.000 sebagai pembayaran jasa desain Konsultan Arsitek Kantor Budipradono Architecs dari Lina Nurhasanah selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Program Indonesia Emas (Prima) Kemenpora periode 2015-2016.
- Sebesar Rp 1.000.000.000 dari Edward Taufan Pandjaitan alias Ucok selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Program Satlak Prima Kemenpora RI Tahun Anggaran 2016-2017.
- Sebesar Rp 400.000.000 dari Supriyono selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPON) periode tahun 2017-2018.
"Imam Nahrawi selaku Menpora menerima gratifikasi yang seluruhnya sejumlah Rp 8.648.435.682 melalui Mifathul Ulum, Imam Nahrawi tidak pernah melaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai dengan batas waktu 30 (tiga puluh) hari," jelas jaksa.
Akibat perbuatan itu, Imam Nahrawi didakwa bersalah melanggar Pasal 12B UU Tipikor Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) junctoPasal 64 ayat 1 KUHP.
Jaksa KPK menyebut mantan Menpora Imam Nahrawi menerima gratifikasi Rp 8,6 miliar. Sebagian di antaranya yaitu sekitar Rp 2 miliar disebut dari Lina Nurhasanah selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Program Indonesia Emas (PRIMA) Kemenpora periode tahun 2015-2016 yang digunakan untuk membayar desain rumah milik Imam Nahrawi.
Awalnya jaksa mengatakan Dadank I Sarjani mengenalkan istri Imam Nahrawi bernama Shobibah Rohmah kepada Budiyanto Pradono dan Intan Kusuma Dewi dari kantor Budipradono Architecs. Dalam pertemuan itu, Shobibah berminat untuk menggunakan jasa Kantor Budipradono Architecs untuk mendesain rumah milik Imam.
"Dalam pertemuan itu dibicarakan bahwa Shobibah Rohmah berminat untuk menggunakan jasa Kantor Budipradono Architecs untuk mendesain rumah milik Imam Nahrawi," demikian tertulis dalam surat dakwaan yang telah dibacakan sebagian dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat, Jumat (14/2/2020). Dalam persidangan, majelis hakim yang mengadili Imam meminta jaksa tidak membacakan rincian gratifikasi yang didakwakan pada mantan Menpora itu.
Selanjutnya pertemuan juga dilakukan di rumah Dinas Menpora Jalan Widya Candra, Jakarta Selatan, yang dihadiri Imam Nahrawi, Asisten Pribadi Menpora Miftahul Ulum, Shobibah, Budiyanto dan Intan. Dalam pertemuan itu Shobibah setuju rencana pembuatan desain di Jalan Manunggal II, Ceger, Cipayung, Jakarta Timur.
"Selanjutnya pada tanggal 9 Juli 2015, ditandatangani Surat Perjanjian Pekerjaan Jasa Konsultan Arsitek Untuk Desain Arsitektur Rumah di Ceger, Jakarta Timur (019/BPA 1507/agr) antara Shobibah Rohmah dan Budiyanto Pradono dengan nilai kontrak sejumlah Rp 700.000.000, dimana pembayaran dilakukan berdasarkan tahapan pekerjaan," jelas jaksa.
Pada September 2016 dilakukan pertemuan kembali, yang dihadiri Imam, Ulum, Shobibah, dan Intan di rumah dinas Menpora. Dalam pertemuan itu, Shobibah meminta dibuatkan desain interior butik dan cafΓ© dengan alamat di Jalan Benda Raya No. 54C Kemang, Jakarta Selatan.
Anggaran biaya desain interior tersebut membutuhkan dana Rp 390 juta. Namun, terhadap pengerjaan desain interior itu tidak dituangkan dalam kontrak karena didasarkan saling percaya.
Atas desain rumah dan butik tersebut, jaksa menyebut Ulum menghubungi Lina meminta sejumlah uang Rp 2 miliar untuk membayar 'Omah Bapak' maksudnya yaitu rumah milik Imam Nahrawi. Atas permintaan tersebut, Lina sempat menolak, namun karena desakan Lina menyiapkan Rp 2 miliar yang berasal dari dana akomodasi atlit pada anggaran Satlak Prima.
"Pada tanggal 12 Oktober 2016, Alverino Kurnia (Staf Lina) menyerahkan uang sejumlah Rp 2.000.000.000 kepada Intan Kusuma Dewi di kantor Budipradono Architecs yang kemudian Intan Kusuma Dewi menandatangani bukti tanda terima uang tersebut untuk pembayaran jasa desain Arsitek rumah milik Imam Nahrawi," papar jaksa.
Pada Mei 2019, jaksa menyebut Shobibah meminta desain kembali rumah yang terletak di Jalan Pembangunan, Cipedak, Jagakarsa, Jakarta Selatan, dengan luas tanah Β± 3022 M2. Atas permintaan tersebut, tim Kantor Budipradono Architects melakukan cek lokasi yang rencananya akan dibangun asrama untuk santri, pendopo dan lapangan bulu tangkis.
Biaya desain rumah itu Rp 815.052.000, yang mana pembayaran menggunakan uang Rp 2 miliar yang sudah diantar di kantor Budipradono Architecs.
"Yang mana pembayarannya juga menggunakan uang sejumlah Rp 2.000.000.000 yang sudah diterima oleh Kantor Budipradono Architecs," ucap jaksa.