Jakarta -
Kita tak pernah tahu berapa jumlah gelombang wabah Corona akan terjadi. Jika melihat sejarah, flu Spanyol pernah sampai mengalami tiga gelombang. Apa yang bisa dipelajari dari gelombang wabah Spanyol?
Perbincangan soal gelombang wabah flu Spayol tahun 1918 ini ramai kembali, usai disinggung oleh seorang aktivis Internet untuk demokrasi, Eli Periser. Melalui akun Twitternya, Eli membagikan grafik yang memperlihatkan tiga gelombang korban kematian akibat flu Spanyol. Twit tersebut kemudian diretweet ulang hingga 3,9 ribu kali.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Eli mengingatkan, bahwa kita tidak tahu dimana puncak gelombang wabah sesungguhnya. "Pengingat: Hanya karena kita telah mencapai puncak bukan berarti kita telah mencapai puncak," tulis Eli lewat akun Twitternya @elipariser, 27 April 2020. Dalam grafik itu, Eli menandai gelombang wabah yang paling rendah, dia menulis "mungkin kita berada di sini".
detikcom menelusuri sumber grafik gelombang wabah flu Spanyol yang dibagikan oleh Eli. Grafik tersebut identik dengan grafik gelombang wabah flu Spanyol di Amerika Serikat (AS) yang tercantum di laman Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention, disingkat CDC) AS.
Tiga gelombang wabah flu Spanyol (dok. CDC) |
Seperti dilihat detikcom pada laman CDC, tiga gelombang flu Spanyol itu melanda AS selama tiga musim. Yakni musim semi, musim gugur, dan musim dingin.
Gelombang pertama pada musim semi, wabah pertama penyakit seperti flu terdeteksi di AS pada bulan Maret, dengan lebih dari 100 kasus dilaporkan di Camp Funston di Fort Riley, Kansas. Selanjutnya pandemi ini kembali memuncak pada musim gugur 1918.
"Ada 3 gelombang penyakit yang berbeda selama pandemi, mulai Maret 1918 dan mereda pada musim panas 1919. Pandemi memuncak di AS selama gelombang kedua, pada musim gugur 1918. Gelombang kedua yang sangat fatal ini bertanggung jawab atas sebagian besar Kematian AS dikaitkan dengan pandemi," bunyi CDC dalam laman resminya.
Menurut estimasi CDC, pada saat itu pandemi ini telah membunuh sekitar 195.000 orang Amerika selama bulan Oktober saja.
Diperkirakan 1/3 dari populasi dunia terinfeksi virus pandemi flu 1918 ini. Alhasil, ada sedikitnya 50 juta orang yang meninggal dunia di seluruh dunia akibat wabah ini.
Sebagaimana diketahui, saat ini sudah ada beberapa negara yang bersiap-siap untuk menghadapi gelombang kedua wabah Corona. Meskipun, ada yang mengklaim sudah melewati puncak wabah.
Misalnya di Jerman, pada Rabu (06/05), ketika Kanselir Jerman Angela Merkel dan perdana menteri negara mengumumkan pelonggaran pembatasan sosial, tingkat infeksi berada di angka 0,65. Namun pada Minggu (10/05), berdasarkan data dari Robert Koch Institute (RKI) untuk penyakit menular, angkanya meningkat secara signifikan menjadi 1,13.
Tingkat infeksi di atas angka satu ini menandakan lebih banyak orang dapat tertular patogen mematikan daripada mereka yang sudah memilikinya.
Sementara itu, China sebagai salah satu negara dengan kasus virus Corona COVID-19 terbanyak di dunia diprediksi akan mengalami potensi gelombang kedua. Otoritas kesehatan China mengatakan kurangnya kekebalan tubuh masyarakatnya yang bisa menjadi penyebab gelombang kedua ini.
Simak juga video Spanyol Akan Perpanjang Darurat Nasional hingga Juni:
Meski jumlah kasus Corona di sana sempat menurun Maret 2020 lalu, penasihat medis senior pemerintah China, Zhong Nanshan, mengingatkan agar pemerintah jangan berpuas diri dulu. Menurutnya, kelompok-kelompok kasus baru mulai muncul dalam beberapa pekan terakhir, baik di Wuhan serta provinsi timur laut Heilongjiang dan Jilin.
"Mayoritas orang China saat ini masih rentan terhadap infeksi virus Corona, karena kurangnya sistem kekebalan tubuh. Kami menghadapi tantangan besar, dan kami berharap itu tidak akan terjadi pada negara-negara asing lainnya," kata Zhong, dikutip dari CNN, Senin (18/5/2020).
Selain itu, Gelombang kedua wabah virus Corona juga diperkirakan akan melanda AS pada musim dingin mendatang. Gelombang kedua Corona ini diprediksi akan lebih parah karena bersamaan dengan musim influenza.
Seperti dilansir dari Reuters, Rabu (22/4/2020), prediksi ini disampaikan oleh direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) Robert Redfield.
"Ada kemungkinan bahwa serangan virus pada bangsa kita di musim dingin mendatang sebenarnya akan lebih sulit daripada yang baru saja kita lalui," kata Direktur CDC Robert Redfield dalam wawancaranya dengan Washington Post.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini