- Jaksa mengaburkan fakta air keras yang digunakan untuk penyiraman
Meski dampak penyerangan air keras telah nyata mengakibatkan Novel Baswedan kehilangan penglihatan, jaksa justru mengarahkan dakwaan bahwa air yang mengakibatkan kebutaan Novel Baswedan bukan air keras. Bahkan dalam persidangan penasihat hukum terdakwa sempat menanyakan terkait benar atau tidak kebutaan yang dialami oleh Novel Baswedan. Ini tentu upaya pengaburan fakta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Komnas HAM pada tanggal 21 Desember 2018 pernah merilis hasil temuan terhadap kasus Novel Baswedan. Choirul juga menjelaskan data dari kepolisian dan dokumen medis yang menunjukkan teror penyiraman air keras terhadap Novel.
- Kasus kriminalisasi Novel kembali diangkat untuk mengaburkan pengungkapan kasus penyerangan
Selama proses peradilan berjalan terdapat pergerakan yang diinstruksikan oknum tertentu untuk kembali memojokkan Novel dalam kasus pencurian sarang burung walet di Bengkulu. Padahal sudah berulang kali ditegaskan berdasarkan temuan Ombudsman tahun 2015 bahwa terdapat rekayasa dan manipulasi pada tudingan tersebut. Jadi, isu tersebut menjadi tidak relevan dan terlihat hanya ingin mengalihkan perhatian untuk mengaburkan fakta penyerangan terhadap Novel.
- Dihilangkannya alat bukti saksi dalam berkas persidangan
Baru diketahui dari JPU bahwa terdapat saksi kunci penyerangan Novel Baswedan yang telah memberikan keterangan kepada kepolisian, Komnas HAM, TGPF bentukan Polri, berkas BAP-nya diduga dihilangkan dan tidak diikutkan dalam berkas pemeriksaan persidangan oleh Jaksa. Selain itu, saksi-saksi penting dan relevan dari pihak korban yang tidak dihadirkan JPU.
Hal ini merupakan temuan dugaan pelanggaran serius, bentuk upaya sistematis untuk menghentikan upaya membongkar kasus penyerangan novel baswedan secara terang.Ini tentu sangat merugikan proses persidangan yang seharusnya dapat mendengar keterangan saksi yang dapat memberikan keterangan petunjuk untuk mengungkap kebenaran kasus ini.
- Pemeriksaan saksi korban pada 30 April 2020, Ruang pengadilan dipenuhi polisi
Orang-orang yang nampak dikoordinasikan untuk menguasai ruang persidangan. Bangku pengunjung yang mestinya dapat digunakan secara bergantian oleh seluruh pengunjung, 'dikuasai' oleh orang-orang yang tertentu sehingga publik maupun kuasa hukum dan media yang meliput tidak dapat menggunakan fasilitas bangku pengunjung untuk memantau proses persidangan.
Untuk itu, Kurnia meminta Mahkamah Agung, Komisi Yudisial hingga Ombudsman RI melakukan pemantauan langsung terhadap jalannya sidang Novel tersebut. Hal itu agar proses persidangan Novel Baswedan berjalan jujur dan adil.
"Badan Pengawas Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial untuk segera bersikap dengan memantau secara langsung proses persidangan yang telah mengarah kepada peradilan sesat untuk memastikan proses peradilan dalam persidangan kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan berjalan imparsial jujur dan adil sehingga pelaku penyerangan dapat diungkap secara terang dan tidak berhenti di aktor penyerang," ujar Kurnia.
"Komisi Kejaksaan untuk turun mengawasi kinerja Tim jaksa penuntut umum dalam persidangan penyiraman terhadap Novel Baswedan yang diduga tidak profesional dalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya. Ombudsman Republik Indonesia untuk mengawasi jalannya proses persidangan yang merupakan bentuk pelayanan publik yang mestinya berjalan imparsial jujur dan adil," lanjutnya.
Selain itu, Kurnia berharap Kapolri Jenderal Idham Azis memberikan penjelasan mengenai terdakwa yang didampingi oleh kuasa hukum dari Polri. Kurnia juga meminta Kapolri menarik kuasa hukum dari anggota Polri tersebut.
"Kepala Kepolisian RI (Kapolri) menjelaskan ke publik dasar pendampingan hukum terhadap dua orang terdakwa penyiraman terhadap Novel Baswedan dan segera menarik para pembela untuk menghindari konflik kepentingan," tuturnya.
(ibh/jbr)