2. Eksploitasi: Jam Kerja Panjang, Gaji Kecil, Minum Air Laut
Meski isu pelarungan jenazah ABK WNI sempat mencengangkan, namun sebenarnya ini bukan isu pelarungan semata, melainkan ada isu eksploitasi manusia yang mengarah ke perbudakan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dua lembaga non-pemerintah mengadvokasi para WNI ini, yakni Yayasan Keadilan Lingkungan (EJF) dan Advokat untuk Kepentingan Publik (APIL). EJF merilis keterangan di situs mereka, Rabu (7/5)
- Kerja 18 s/d 30 jam
EJF menduga awak senior kapal tersebut telah melakukan kekerasan fisik setidaknya kepada dua ABK asal Indonesia. Mereka bekerja 18 jam sehari, dan pada keadaan tertentu bisa bekerja dua hari tanpa istirahat. MBC News menyampaikan dalam liputan eksklusifnya, salah satu ABK mengaku bekerja 30 jam dan hanya boleh istirahat setiap 6 jam sekali.
"Waktu kerjanya, jadi kayak berdiri itu sekitar 30 jam, dan setiap 6 jam makan, dan jam makan inilah yang dimanfaatkan kami, hanya untuk duduk," kata salah seorang ABK WNI kepada MBC News.
- Gaji kecil
Berdasarkan kontrak kerja mereka, kebanyakan dari ABK setuju untuk bekerja dengan gaji bulanan USD 300 atau sekitar Rp 4.553.100,00 untuk kurs saat ini. Namun kenyataannya, banyak dari mereka yang dibayar USD 1 per hari atau USD 42 per bulan, sekitar Rp 637.434,00 per bulan untuk kurs saat ini.
Duit sekecil itu juga masih dipotong biaya perekrutan dan uang keamanan. Maka dapat dikatakan, mereka dibayar sekitar USD 300 (Rp 4,5 juta) untuk setahun. Gaji tiga bulan pertama ditahan untuk biaya potongan. Ini adalah laporan yang dilansir organisasi nonpemerintah yang mengadvokasi para ABK WNI, EJF.
Namun MBC News melaporkan dalam liputan eksklusifnya, gaji yang diterima ABK WNI lebih kecil lagi. Lima ABK WNI sudah bekerja selaam 13 bulan dan hanya menerima 140.000 Won/ USD 120 atau sekitar Rp 1,7 juta untuk kurs saat ini. Bayangkan, Rp 1,7 juta untuk kerja berat setahun lebih! Bila dihitung-hitung, setiap bulan mereka mendapat 11.000 Won saja atau sekitar Rp 135.066,00. Paspor-pun ditahan pihak kapal.
- Minum air laut
Ada dugaan diskriminasi di sini. ABK WNI tidak diberi air minum selayaknya ABK China. ABK Indonesia disuruh minum air laut yang telah melalui proses penyaringan, namun efeknya membuat pusing kepala dan memunculkan dahak dari tenggorokan. ABK China bisa minum air mineral kemasan botol.
Para ABK menghubungkan kematian rekan-rekannya itu dengan kondisi kerja di kapal yang buruk, termasuk kualitas air yang mereka minum.
- ABK sakit, kapten kapal ogah sandar
Kapten kapal dilaporkannya menolak untuk sandar ke pelabuhan supaya para WNI mendapat pertolongan medis. Kapal tetap berada di lautan selama setahun tanpa sandar di pelabuhan.
Penyintas kapal pembuang jenazah melaporkan bahwa para korban tewas mengalami bengkak-bengkak, sakit di dada, dan kesulitan bernapas selama beberapa pekan sebelum meninggal dunia.