Posting-an di media sosial itu menjadi viral dan membuat nama KPU tercemar. KPU kemudian meminta Mabes Polri mengusutnya.
"Ini mengganggu kita, kita laporkan dan hari ini kabarnya udah ditangkap, siang ini mereka akan bertemu dengan kita," kata Ketua KPU Arief Budiman.
Pada 8 April 2019, Mabes Polri menangkap Eko dan istrinya. Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo menjelaskan inisial dua orang yang ditangkap adalah EW untuk yang pria dan RD untuk yang wanita. Keduanya juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
"Dua tersangka yang melakukan penyebaran berita hoax baik yang bersangkutan sebagai kreator maupun buzzer. Yang satu ditangkap di Ciracas, Jakarta Timur, pada Sabtu dini hari, satu lagi tersangka yang ditangkap di Lampung," kata Dedi kala itu.
Eko akhirnya disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Eko didakwa dengan tiga pasal. Yaitu Pasal 14 ayat (1) dan ayat 2 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, Pasal 45 ayat (3) jo Pasal 27 ayat (3) UU ITE, dan Pasal 207 KUHP.
Pada 22 Oktober 2019, PN Jaktim menyatakan surat dakwaan batal demi hukum. Hakim menilai dakwaan tidak jelas. Atas hal itu, jaksa mengajukan banding. Apa kata majelis tinggi?
"Menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Timur Nomor 966/Pid.Sus/2019/PN.Jkt.Tim tanggal 22 Oktober 2019 yang dimintakan banding tersebut ," kata PT Jakarta sebagaimana dilansir website MA, Minggu (29/3/2020).
Duduk sebagai ketua majelis Hanizah Ibrahim, dengan anggota Ester Ibrahim dan I Nyoman Adi Juliasa. Ketiganya meyakini dakwaan disusun secara tidak cermat dan tidak jelas.
"Maka sesuai dengan ketentuan Pasal 143 ayat (2) huruf b surat dakwaannya batal demi hukum," ucap majelis hakim.
(asp/dwia)