Pengamat Hukum Tata Negara yang juga pengajar di Program Pascasarjana UGM, Refly Harun, ketika itu menyebut dibandingkan mempersempit cara penentuan selisih suara melalui Peraturan MK No 5/2015, mengenyampingkan Pasal 158 UU No. 8/2015 untuk kasus-kasus tertentu yang yang signifikan mempengaruhi hasil pilkada jauh lebih bijak.
"Sebagai penjaga konstitusi, selama ini MK menolak menjadi "mahkamah kalkulator", yang mengadili sengketa pilkada hanya didasarkan pada hitungan-hitungan angka belaka, apalagi angka yang sudah dibatasi," tulis Refly pada 17 Januari 2016.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
MK pun telah angkat bicara soal mahkamah kalkulator yang disampaikan BW itu. MK menegaskan pihaknya menangani gugatan hasil Pilpres sesuai aturan.
"MK lembaga peradilan (yang) tugasnya menegakkan hukum dan UU. Semua permohonan itu akan diperiksa. Fakta yang ada itu bagaimana, alat bukti, itu yang akan dipertimbangkan hakim dalam memutus," ujar Juru Bicara MK, Fajar Laksono, saat dihubungi, Sabtu (25/5).
Fajar mengatakan MK akan lebih dulu memeriksa permohonan gugatan hasil Pilpres yang diajukan Prabowo-Sandiaga. Setiap dalil yang diajukan pihak pemohon akan dibuktikan.
(haf/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini