Jika ongkos saksi untuk satu pasangan calon di pilkada saja mencapai Rp 200 miliar, tentu biaya di pemilu dan pilpres akan jauh lebih mahal. Menurut Zulkifli, di Pilpres nanti satu pasangan calon minimal memerlukan 600 ribu saksi untuk seluruh TPS di Indonesia. "Mosok nggak dikasih nasi kotak," kata Zulkifli saat Blak blakan di detikcom yang tayang, Jumat (13/4/2018).
"Biaya (pilpres) tinggi," imbuh politikus yang juga Ketua MPR ini.
Soal mahalnya biaya menjadi salah satu persoalan dalam sistem pemilu di Indonesia baik Pilkada, Pileg maupun Pilpres. Pasalnya, negara tak banyak memberikan bantuan dana, sementara partai politik dilarang mencari uang. Tokoh-tokoh yang akan maju pilkada mau pun pemilu terpaksa menggalang pendanaan sendiri.
Walhasil banyak di antara tokoh yang maju pilkada tersebut terkena operasi tangkap tangan KPK. Padahal, kata Zul, hampir semua yang maju Pilkada pasti melakukan pencarian dana. "Sekarang ada yang ketiban sial (kena OTT) ada yang gak ketahuan. Padahal semua itu, (Pilkada) Jateng, Jatim di mana yang tak cari dana? Cuma ada yang ketahuan terima ada yang tidak," kata Zulkifli.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Soal mahalnya biaya Pilkada juga sempat dipaparkan oleh Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan. Dari hasil analisis KPK, seorang calon kepala daerah bisa mengeluarkan puluhan hingga ratusan miliar rupiah. Untuk kabupaten atau kota misalnya, seorang calon bisa menghabiskan Rp 20 sampai 30 miliar. Di Pilgub dana yang harus dikeluarkan seorang calon bisa mencapai ratusan miliar rupiah.
Mahalnya biaya politik inilah, kata Basaria, yang menyebabkan beberapa calon terkena OTT. "Dari hasil analisis kami calon kepala daerah rata rata mengeluarkan Rp 7-9 miliar, ada yang di atas rata rata harta kekayaannya," kata Basaria dalam pembekalan calon kepala daerah se-Jatim di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Kamis (12/4/2018). (erd/jat)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini