"Banyak pelaku usaha makanan skala UMKM yang kesulitan dengan naiknya harga minyak goreng. Saya dapat banyak pesan masuk, seperti pedagang gorengan dan PKL di Pasuruan-Probolinggo yang terimpit kenaikan harga minyak goreng. Mau menaikkan harga jual tidak mungkin karena daya beli masyarakat belum pulih," ujar Mufti seperti dalam rilis yang diterima detikcom, Senin (1/11/2021).
Selain berdampak ke ekonomi, Mufti menyebut, adanya potensi dampak negatif ke kesehatan. Sebab, warga bisa saja memakai minyak goreng berulang-ulang lantaran untuk membeli yang baru harganya sudah melonjak naik.
Berdasarkan data Sistem Pemantauan Pasar dan Kebutuhan Pokok (SP2KP) Kemendag, harga rata-rata minyak goreng curah pada Oktober 2021 adalah Rp 14.489 per liter. Telah melonjak hingga 20 persen dibanding harga Januari 2021 dan melambung 5,07 persen dibanding September 2021.
"Bahkan di beberapa wilayah di Jatim kalau dicek di pusat harga pangan itu bisa Rp 17.000 per liter," tutur Mufti.
Adapun harga rata-rata minyak goreng kemasan sederhana pada Oktober 2021 adalah Rp 14.843 per liter, meroket 15 persen dibanding Januari 2021 dan melaju 4,9 persen dibanding September 2021.
Mufti mengatakan, memang kenaikan harga minyak goreng ini adalah konsekuensi dari lonjakan harga raw material minyak goreng, yaitu minyak kelapa sawit/crude palm oil. Sehingga, kendati sebenarnya pasokan minyak goreng di pasar memadai, harga tetap naik lantaran harga bahan bakunya juga melonjak. Meski demikian, Mufti meminta pemerintah jangan semata-mata menyerahkan harga minyak goreng ini kepada mekanisme pasar sesuai fluktuasi harga CPO.
"Harga migor (minyak goreng) memang terkait erat CPO sebagai bahan baku utamanya. Di sisi lain, banyak produsen migor yang tidak terintegrasi dengan perkebunan sawit. Sehingga sangat mempengaruhi penentuan harga migor. Tetapi tetap pemerintah, dalam hal ini Kemendag, harus hadir memberi solusi," ujarnya.
Mufti menyebut solusi jangka pendek dan jangka menengah-panjang untuk mengantisipasi agar tak ada lagi lonjakan harga minyak goreng yang menyusahkan masyarakat.
Dalam jangka pendek, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag harus segera melakukan intervensi untuk harga minyak goreng. Mufti menyesalkan lambannya Kemendag dalam merespons masalah ini. Sebab, persoalan melambungnya harga migor terjadi sejak beberapa bulan lalu.