Operasi pasar, lanjut dia, bisa dilakukan dengan melibatkan produsen migor terutama yang sudah terintegrasi dengan perkebunan kelapa sawit.
Adapun secara jangka menengah-panjang, lanjut Mufti, Kemendag harus memiliki skema antisipasi yang lebih baik dengan mengamati tren perdagangan CPO dunia. Misalnya, saat ini banyak pakar menyebut harga CPO bakal terus melambung hingga triwulan II/2022 berkaitan dengan musim.
"Maka perlu antisipasi. Gawat kalau harga migor terus melonjak sampai tahun depan. Pedagang makanan bisa gulung tikar, di sisi lain rakyat kecil kesusahan mengolah bahan pangan dengan murah. Harus diantisipasi, harus cari solusi, kasihan masyarakat kecil," ujarnya.
Mufti juga mendesak Kemendag tegas serta efektif dalam mengeksekusi kebijakan migor wajib kemasan, yang bakal diberlakukan mulai tahun depan. Sebelumnya, beberapa kali aturan minyak goreng wajib kemasan ini molor pelaksanaannya.
"Minyak goreng kemasan mempunyai kemampuan untuk disimpan. Sehingga sebenarnya harganya lebih bisa dikendalikan. Tetapi pemerintah juga harus mengawasi produsen karena bisa saja produksi waktu sebelumnya ketika harga CPO rendah, kemudian disimpan, dan dilepas ke pasar dengan harga yang sudah dikerek ketika harga CPO tinggi," ujarnya.
(sun/bdh)