Tak hanya itu, aktivitas masyarakat usia produktif yang gemar berselancar di media sosial, bisa menjadi alasan mereka mudah terpapar ideologi kekerasan dan terorisme.
"Dalam konteks penggunaan propaganda virtual ini lah kelompok milenial atau yang saat ini masuk usia produktif pasti sangat berisiko dan rentan menerima doktrin tersebut (Kekerasan dan terorisme, Red) karena aktivitas mereka memang berselancar di media sosial," jelas Ilham.
Ilham menyebut masyarakat yang terpapar propaganda virtual cenderung melancarkan pola serangan terorisme yang bersifat "Lone Wolf". Mereka cenderung melakukan aksinya dengan skala kecil dan acak.
"Di sinilah bahayanya, serangan bisa terjadi dimana saja dan kapan saja," tambah Ilham.
Selain itu, Ilham mengatakan karakteristik seorang teroris secara psikologis juga sulit untuk diidentifikasi. "Agak sulit memang mengidentifikasi karakteristik psikologis apa yang secara khusus bisa mengidentifikasi kecenderungan orang-orang yang akan melakukan tindakan terorisme," paparnya.
Di kesempatan yang sama, Ilham berpesan dalam mencegah masyarakat tidak mudah terpapar ideologi kekerasan dan terorisme, maka harus berhati-hati dalam menerima segala informasi.
"Yang jelas critical thinking dalam situasi banjir informasi di media sosial menjadi penting," pungkas Ilham.
(hil/fat)