Pantauan di kelas, guru yang memberikan pembelajaran langsung kepada siswa dibekali dengan alat pelindung wajah atau face shield. Namun penggunaan masker terpaksa tidak dilakukan. Sebab para siswa merupakan anak tuna rungu. Sehingga membutuhkan pengamatan gerak bibir untuk memahami materi yang disampaikan.
Suroto berharap metode sekolah tatap muka berjalan dengan lancar sehingga dapat diteruskan selamanya. Ia mengaku pada metode pembelajaran jarak jauh. Pihaknya menemukan berbagai kendala, mulai teknis hingga non teknis.
"Ya karena tidak semua siswa memiliki peralatan memadai untuk mendukung kegiatan daring. Selain itu karena jarak jauh dan ini adalah siswa berkebutuhan khusus maka butuh pendampingan dari orang tua," jelasnya.
Menurutnya, jika didampingi oleh orang tua, maka kegiatan daring dapat berlangsung lancar. Namun jika tidak didampingi kegiatan pembelajaran siswa dipastikan akan molor hingga berjam-jam.
"Berbeda ketika mereka di sekolah, ketika ada materi yang tidak dipahami, maka guru bisa memberikan menjelaskan lagi, ke siswa secara langsung," pungkas Suroto.
(sun/bdh)