Bak Warisan Leluhur, Menderes Digeluti Lintas Generasi di Dusun Kulon Progo Ini

Bak Warisan Leluhur, Menderes Digeluti Lintas Generasi di Dusun Kulon Progo Ini

Jalu Rahman Dewantara - detikNews
Sabtu, 21 Agu 2021 16:52 WIB
Dusun di Kulon Progo ini mayoritas warganya penderes nira, Jumat (20/8/2021).
Dusun di Kulon Progo ini mayoritas warganya penderes nira, Jumat (20/8/2021). Foto: Jalu Rahman Dewantara/detikcom
Kulon Progo -

Di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), terdapat satu dusun yang mayoritas warganya mengais rupiah dari kegiatan menyadap atau menderes nira. Pekerjaan sebagai penderes nira tersebut telah dilakoni sejak lama dan diturunkan lintas generasi.

Dusun tersebut bernama Plampang III di Kalurahan Kalirejo, Kapanewon Kokap. Letaknya di kawasan perbukitan Menoreh sisi barat dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.

Jarak dari pusat Kota Yogya ke dusun ini mencapai sekitar 40 kilometer. Jika menggunakan kendaraan bermotor waktu tempuhnya sekitar 90 menit perjalanan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berada di kawasan pegunungan membuat jalan di sini berliku, berbukit dan belum semuanya diaspal. Karena itu bagi yang ingin berkunjung ke sini, pastikan kendaraan dalam kondisi prima.

Memasuki wilayah Plampang III, terlihat banyak pohon kelapa tumbuh subur di pekarangan rumah warga. Pohon kelapa inilah yang menjadi penyangga hidup warga setempat.

ADVERTISEMENT

Lebih dari separuh warga bekerja sebagai penyadap nira kelapa. Air nira itu mereka olah menjadi gula kelapa atau biasa disebut gula jawa untuk selanjutnya dijual ke berbagai daerah.

"Kalau ditotal ya banyak banget warga kami yang jadi penderes nira, di sini kan ada 216 kepala keluarga, nah separuhnya itu jadi penderes," kata Dukuh Plampang III, Kemidi, saat ditemui detikcom di Dusun Plampang III, Jumat (20/8/2021).

Kemidi menuturkan aktivitas menderes nira yang dilakukan warga di Plampang III sudah berlangsung sejak zaman dahulu dan terus bertahan hingga sekarang. Pekerjaan ini kata dia, bagaikan warisan yang diberikan leluhur kepada generasi-generasi berikutnya.

"Ini itu kayak warisan, soalnya dari leluhur kami kerjanya juga kayak gitu, terus diteruskan ke generasi di bawahnya, sampai sekarang," jelasnya.

Awetnya pekerjaan menderes nira di Plampang III didukung oleh kondisi geografis yang memungkinkan pohon kelapa tumbuh subur di wilayah ini. Setiap rumah, setidaknya memiliki lebih dari 10 pohon yang ditanam dengan jarak 10 hingga 15 meter.

"Untuk wilayah Kokap, terutama di dusun kami, memang banyak pohon kelapa yang tumbuh subur, sehingga dimanfaatkan warga untuk diambil niranya," tuturnya.

Kehidupan Penderes Tak 'Semanis' Gula Jawa

Manisnya gula jawa yang diproduksi para penderes nira di Plampang III tak semanis kehidupan mereka. Tingginya risiko pekerjaan, tak sebanding dengan penghasilan yang diperoleh.

Banyak dari penderes hidup di bawah garis kemiskinan. Tak sedikit dari mereka menghabiskan sisa hidupnya dalam kondisi cacat imbas pekerjaan tersebut.

"Bisa dikatakan hampir semuanya (tingkat perekonomian penderes nira) di sini masuk kategori menengah ke bawah. Padahal pekerjaan ini risikonya tinggi," ujar Kemidi.

Selengkapnya di halaman selanjutnya...

Kemidi menuturkan pendapatan para penderes nira tidak menentu. Jika dirata-rata per bulannya sekitar Rp 1,5 juta.

Nominal tersebut bisa diperoleh apabila cuaca sedang baik, artinya tidak musim hujan maupun kemarau panjang. Sebab jika cuaca sedang baik, sadapan nira yang para penderes dapat akan lebih melimpah sehingga bisa memproduksi banyak gula jawa.

Kendati begitu penghasilan tersebut masih jauh dari kata layak. Pasalnya mayoritas penderes merupakan tulang punggung keluarga. Dengan nominal segitu, sangat sulit mencukupi kehidupan sehari-hari, terlebih bagi penderes yang mempunyai anak usia sekolah.

Nominal itu juga tak sebanding dengan tingginya risiko pekerjaan ini. Kemidi mengungkapkan sudah banyak penderes yang cacat bahkan meninggal saat menjalankan aktivitas menyadap nira.

Dusun di Kulon Progo ini mayoritas warganya penderes nira, Jumat (20/8/2021).Dusun di Kulon Progo ini mayoritas warganya penderes nira dan hasilnya diolah jadi gula jawa, Jumat (20/8/2021). Foto: Jalu Rahman Dewantara/detikcom

"Risikonya tinggi banget, sudah nggak terhitung berapa warga kami yang akhirnya meninggal karena jatuh saat menderes nira, bagi yang selamat kebanyakan jadi cacat," ungkapnya.

"Di sisi lain, para penderes ini tidak tercover program asuransi kerja, sehingga kalau sudah meninggal atau cacat ya sudah nggak bisa apa-apa," imbuh Kemidi.

Sementara itu, salah satu penderes nira asal Plampang III, Parjan (51), mengungkapkan pekerjaan menderes nira memiliki risiko yang tinggi. Sayangnya hasil yang diperoleh tak sebanding dengan risikonya.

"Setiap hari saya harus manjat setidaknya 20 pohon kelapa, dari situ saya bisa produksi paling 3 kilogram gula jawa, yang kalau dijual per harinya paling banyak Rp 50 ribu, jadi sebulan saya dapat sekitar Rp 1,5 juta, itu nanti sudah habis buat biaya anak sekolah, sama makan sehari-hari," ucap pria yang sudah lebih dari 30 tahun jadi penderes nira itu.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads