Awal pekan lalu Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo meminta 9 daerah agar mulai 'injak rem' dalam penanganan penyebaran virus COVID-19 atau Corona. Ganjar menekankan agar tidak ada event-event yang mengundang kerumunan.
"Saya sampaikan ada beberapa kabupaten/kota yang hari ini butuh perhatian maka saya mohon bupati/wali kota agar menjaga dan lebih ketat lagi, rem agak diinjak. Ada Kabupaten Pati, Kabupaten Rembang, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Sragen, Kota Semarang, Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Pemalang, Kabupaten Kudus, dan Kabupaten Tegal," kata GanjarSenin (14/9/2020) lalu.
Ia meminta tidak ada event yang berpotensi mengundang keramaian. Selain itu dalam penegakkan sanksi bagi yang tidak patuh protokol kesehatan, Ganjar meminta penegak hukum tetap menjalankan razia dan memperhatikan aktivitas masyarakat yang tidak terduga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada beberapa tren yang kemudian meningkat dari aktivitas masyarakat. Contoh tiba-tiba lari di depan, Jalan Pahlawan, balapan lari, ternyata trennya nasional. Kita tidak pernah tahu maka yang inilah kita mesti lakukan pencegahan, patroli jadi sangat penting. Bu Fat kena restorannya. Kalau warung-warung seperti Bu Fat kena maka ada potensi warung lain juga," jelasnya.
Terkait injak rem, Wali Kota Semarang, Hendrar Prihadi atau Hendi menjelaskan pihaknya sudah melakukan itu dengan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM) bahkan tanpa batas waktu. Ia meminta agar masyarakat tidak meremehkan Corona, terutama anak muda yang ternyata pelanggaran protokol kesehatan di Kota Semarang adalah anak muda.
"Pesan saya buat anak muda, jangan pernah berpikir Corona itu hoaks, rekayasa. Yang meninggal 600 lebih, yang positif sekarang 500 lebih. Warga semarang, anak muda Semarang mari kita jaga kota ini, lingkungan, keluarga. Tidak usah gaya kumpul tanpa masker, 'aku ra popo', lha keluargamu piye? Bagaimana lingkungan, keluarga," pesan Hendi Selasa (15/9/2020).
"Soal event balap liar. Namanya anak muda. Udah kami tertibkan, mudah-mudahan tidak diulangi lagi," imbuhnya.
Sementara itu Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Kabupaten Boyolali, Masruri mengatakan Boyolali kasusnya meningkat karena masifnya screening dengan tes massal.
"Boyolali (kasus positif COVID-19) banyak, itu karena screening kita yang masif. Kita screening ke pasar-pasar, pasar sapi, kita swab itu masif sekali, sehingga hasilnya mesti banyak. Rata-rata itu kalau kita swab itu sehari 300-400 orang," ujar Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 Kabupaten Boyolali, Masruri, kepada detikcom, Selasa (15/9/2020).
Sorenya, Ganjar langsung menggelar rapat terbatas dengan Hendi. Pengetatan operasi dan masalah data menjadi pembahasan dalam rapat tersebut.
"Sudah kita cek, Pak Wali Kota, Pak Hendi bagus sudah membedakan mana orang Semarang dan yang dirujuk dari luar, kan tidak boleh ditolak, rumah sakit besarnya ada di sini, kan dicatat di Semarang. Maka jadi data akumulasi jadi perhatian pusat," kata Ganjar.
Esoknya, Rabu (16/9) apel gabungan penegak hukum digelar di Balai Kota Semarang untuk memasifkan operasi hingga ke tingkat mikro atau RT. Hal itu untuk memenuhi target menekan angka kasus Corona dalam dua minggu.
"Kita diminta back up ibu kota Jawa Tengah ini, tapi bukan berarti yang lain tidak. Dua minggu diminta menurunkan kasus penularan COVID-19," jelasnya.
Ganjar berharap masyarakat patuh dengan protokol kesehatan dan menaati aturan di daerah masing-masing. Ia mengatakan tidak ingin jika harus sampai memberikan sanksi sesuai Perda Jateng soal penanggulangan penyakit menular yang sanksinya lebih berat.
"Tapi kalau itu tidak terlaksana dengan baik, bukan tidak mungkin kita menerapkan sanksi yang lebih tegas. Jateng punya Perda yang mengatur pencegahan dan penanggulangan penyakit menular. Perda itu tahun 2013 dan saya terjemahkan dalam Pergub sehingga COVID ini bisa masuk. Itu sanksinya cukup berat, yakni dipenjara selama 6 bulan dan bisa didenda Rp 50 juta. Tapi sebenarnya kami tidak ingin menghukum masyarakat," katanya.