Komnas HAM merekomendasikan pemerintah agar menunda Pilkada Serentak yang dijadwalkan pada 9 Desember 2020 mendatang. Pakar Pemilu Universitas Gadjah Mada (UGM), Abdul Gaffar Karim mendukung hal tersebut dan jika perlu ditunda hingga tahun depan.
"Sebenarnya apa yang dikatakan oleh Ketua MPR dan Komnas HAM itu masuk akal, karena konsentrasi saat ini kan kesehatan," kata Abdul Gaffar saat dihubungi detikcom, Senin (14/9/2020).
Dosen Fisipol UGM ini mengatakan sejak awal munculnya virus Corona atau COVID-19, banyak kalangan dari civil society menilai tidak ada urgensi Pilkada digelar tahun ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apalagi sejak awal kita sudah menyarankan agar Pilkada itu ditunda minimal setahun jadi September 2021 atau paling cepat Juni 2021 agar COVID-19 itu jelas dulu," terangnya.
Abdul mengaku sudah pernah mengirimkan policy paper kepada Ketua KPU RI. Isinya tentang permintaan untuk menunda Pilkada 2020 karena pandemi COVID-19 belum berakhir.
"Saya pernah menulis policy paper dan dikirimkan ke Ketua KPU waktu itu dan isinya semacam itu. Jadi ditunda saja kira-kira setahun sampai urusan COVID-19 ini jelas," katanya.
"Nah tapi kita tidak tahu apa yang membuat pengambil keputusan akhirnya hanya memundurkan 3 bulan, padahal menurut kita itu tidak ideal," sambung Abdul.
Abdul lalu mencontohkan Indonesia sudah beberapa kali menunda Pemilu. Dia menyebut penundaan Pilkada 2020 bisa dimaklumi di masa pandemi COVID-19.
"Apalagi kita pernah punya pengalaman menunda pemilu beberapa kali, Pemilu tahun 46 sampai tahun 55 baru kita ikut Pemilu, pernah juga Pemilu tahun 69 mundur sampai tahun 71, kita juga pernah memajukan Pemilu 99 karena harus merespons perubahan politik," katanya.
"Sehingga memajukan dan memundurkan Pemilu termasuk Pilkada bisa saja dan tidak ada masalah," imbuh Abdul.