Kepala Dinas Kesehatan Banten Ati Pramudji mengaku tidak tahu masker KN95 untuk COVID-19 senilai Rp 3,3 miliar dibeli secara online. Namun, ia mengetahui harga pengadaan masker tersebut Rp 220 ribu per buah.
"Tidak tahu. Tidak disebutkan bahwa dengan COD (online) saya tidak tahu, saya hanya membaca hasil audit," kata Ati di Pengadilan Tipikor Serang pada Rabu (1/9/2021) kemarin.
Tapi, ia memang mengakui yang menyusun rencana anggaran biaya atau RAB. Termasuk perubahannya dari Rp 70 ribu ke Rp 200 ribu hingga Rp 220 ribu sesuai pengadaan di PT RAM.
"Yang memimpin dan pembuatan RAB saya setelah mengaku pada identifikasi kebutuhan," ujarnya.
Harga Rp 220 ribu itu katanya sudah tidak bisa ditawar oleh terdakwa Lia Susanti selaku PPK pengadaan. Pilihannya waktu itu adalah membeli masker atau tidak sama sekali. Sedangkan kebutuhan masker sangat mendesak dibutuhkan nakes.
Begitu pelaksanaan tender, Inspektorat Banten memang melakukan pendampingan. Di kemudian hari, ada audit Inspektorat yang menyatakan bahwa ada ketidakwajaran harga atas pembelian masker senilai Rp 1,2 miliar. Dari situ, kemudian dilakukan kembali audit untuk tujuan tertentu oleh BPKP dan ditemukan kerugian negara Rp 1,6 miliar.
"Saat itu kita butuhkan dan saat itu saya tekankan bawahan bahwa harga bukan utama. Yang utama adalah keselamatan nakes, karena kalau nakes tidak diselamatkan, masyarakat tidak bisa diselamatkan," pungkasnya.
Korupsi masker COVID-19 menjerat tiga terdakwa yaitu PPK Lia Susanti. Dua orang lainnya adalah Direktur PT RAM Wahyudin Firdaus dan Agus Suryadinata.
Di persidangan lalu, diketahui bahwa masker ternyata dibeli secara online oleh PT BMM atas pesanan PT RAM. Di kasus ini diketahui bahwa PT RAM mengubah susunan direksinya dari Ari WInanto sebagai politisi PAN ke Wahyudin. Saksi di persidangan juga menyebut bahwa PT itu memiliki hubungan dengan seseorang di Polda.
(bri/mud)