Pemkab Mojokerto akhirnya membeli alat tes polymerase chain reaction (PCR) seharga Rp 1,6 miliar. Sayangnya, mereka belum siap menghadapi jika pasien positif Corona membludak.
Jubir Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kabupaten Mojokerto Ardi Sepdianto mengatakan, pengadaan alat tes PCR dikerjakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto. Pembelian alat tes swab tersebut menggunakan biaya tidak terduga (BTT) anggaran penangan Corona dari APBD tahun 2020.
"Nilainya Rp 1,6 miliar. Pengadaan PCR tanpa mekanisme lelang karena menggunakan dana kedaruratan bencana nonalam," kata Ardi saat dikonfirmasi detikcom, Jumat (19/6/2020).
Saat ini, lanjut Ardi, alat tes PCR pada proses pembelian. Alat tersebut akan ditempatkan di Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto di Desa Jabon, Kecamatan Mojoanyar.
Tenaga operator alat tes PCR disiapkan berjumlah 5 orang. Mereka telah mengikuti pelatihan di Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya.
"Kapasitas alat ini bisa untuk menguji 100 sampel swab dalam sehari," terangnya.
Sehingga ke depan, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kabupaten Mojokerto tidak perlu lagi membawa sampel swab orang-orang yang dicurigai terjangkit Corona ke laboratorium di Surabaya. Sehingga deteksi terhadap pasien positif Corona menjadi lebih cepat.
"Harapan kami Corona di Kabupaten Mojokerto tidak menjadi fenomena gunung es. Di permukaan terlihat kecil, ternyata banyak yang terinfeksi," tegasnya.
Cepatnya tes swab di Kabupaten Mojokerto dengan adanya alat tes PCR berpotensi membuat jumlah warga yang diketahui positif Corona akan membludak. Jumlah pasien positif COVID-19 yang bertambah signifikan tentunya harus didukung dengan ketersediaan tempat isolasi yang memadai dan tenaga medis yang mencukupi.
Menurut Ardi, Bupati Mojokerto Pungkasiadi meminta isolasi pasien COVID-19 dipusatkan di RSUD Prof Dr Soekandar di Kecamatan Mojosari. Saat ini, dari daya tampung 85 pasien di rumah sakit tersebut, sudah terisi 62 pasien Corona. Artinya, hanya tersisa ruangan untuk mengisolasi 23 pasien baru.
Tonton juga video 'Per 19 Juni, Pemerintah Periksa 20.717 Spesimen Terkait Corona':
Padahal, terdapat 99 orang kedapatan reaktif dari hasil rapid test on the spot pada Senin-Selasa (15-16/6). Yaitu 10 orang reaktif saat rapid test di Desa Wunut, Kecamatan Mojoanyar, 9 reaktif di Desa Sumolawang, Kecamatan Puri, 2 orang di Pasar Legi dan Pasar Raya Mojosari, serta 78 orang reaktif saat rapid test di Pasar Sawahan, Kecamatan Bangsal. Puluhan orang reaktif itu masih menunggu hasil tes swab.
"Instruksi Bupati supaya RSUD Soekandar 50 persen ruang rawat inap dipakai untuk pasien COVID-19. Kalau bisa masyarakat yang sakit di luar Corona supaya opname di rumah sakit lain. Juga supaya mereka lebih aman," ujarnya.
Direktur RSUD Prof Dr Soekandar dr Djalu Naskutub membenarkan rumah sakitnya dijadikan pusat isolasi pasien COVID-19 di Kabupaten Mojokerto. Ruang isolasi menempati 3 lantai di gedung rawat inap rumah sakit tersebut.
"Kapasitas ruang isolasi kami di tiga lantai itu 85 tempat tidur. Saat ini sudah terisi 62 orang. Yaitu 52 pasien positif Corona dan 10 PDP (pasien dalam pengawasan)," ungkapnya.
Dr Djalu mengaku belum menyiapkan penambahan ruang isolasi untuk mengantisipasi membludaknya pasien COVID-19. Dia hanya berharap tidak terjadi lonjakan pasien positif Corona di Kabupaten Mojokerto.
"Mudah-mudahan tak sampai over load. Karena bagaimana dengan pasien lainnya? Kami tak bisa mengosongkan total. Realitisnya kami bisa menambah maksimal menjadi 100 tempat tidur. Hampir 50 persen dari total kapasitas kami 214 tempat tidur," jelasnya.
Terbatasnya tenaga medis, diakui dr Djalu juga menjadi persoalan serius kalau pasien positif Corona membludak. Saat ini dengan pasien Corona berjumlah 62 orang, pihaknya mempunyai 32 perawat dan 2 dokter spesialis paru-paru. Jika pasien Corona mencapai 100 orang saja, maka pihaknya harus menambah setidaknya 15 perawat dan 2 dokter spesialis paru-paru.
"Kalau pasien Corona sudah 100 orang, kami butuh 4 dokter spesialis paru-paru untuk menghindari risiko dokter kelelahan. Tapi saat ini sulit mencari dokter spesialis paru-paru," cetusnya.
Sebagai solusinya, tambah dr Djalu, para pasien positif Corona tanpa gejala klinis diminta isolasi mandiri di rumah masing-masing. Sehingga RSUD Prof Dr Soekandar hanya untuk pasien Corona dengan keluhan tertentu.
"Isolasi mandiri diawasi ketat oleh Dinkes atau petugas puskesmas. Sehingga pasien bisa tahu jadwal pemeriksaan ulang dan tidak keluyuran. Kalau ada gejala baru ke rumah sakit. Mudah-mudahan tidak sampai melebihi 100 orang," tandasnya.