Epidemiolog UI Kritik Penyiapan Lab Hadapi Virus Corona di Indonesia

Epidemiolog UI Kritik Penyiapan Lab Hadapi Virus Corona di Indonesia

Yulida Medistiara - detikNews
Kamis, 30 Apr 2020 19:29 WIB
tes PCR
Foto ilustrasi (iStock)
Jakarta -

Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), Pandu Riono menyoroti lamanya deteksi pasien yang diduga terjangkit virus Corona (COVID-19). Menurut Pandu, seharusnya jejaring laboratorium sudah disiapkan sejak terjadinya wabah Corona di Wuhan dan di beberapa negara sebelum masuk ke Indonesia.

Apalagi, berdasarkan Inpres Nomor 4 Tahun 2019, tentang Peningkatan Kemampuan Dalam Mencegah, Mendeteksi, dan Merespons Wabah Penyakit, Pandemi Global, dan Kedaruratan Nuklir, Biologi dan Kimia, menurut Pandu, secara tegas mengatur peran Kementerian Kesehatan dalam menyiapkan laboratorium jejaring untuk penanganan wabah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun Pandu menilai sejak awal kasus Corona di Wuhan pemerintah belum menyiapkan jejaring laboratorium melainkan baru hanya menyiapkan satu laboratorium Kementerian Kesehatan saja, hingga akhirnya kini terjadi antrean pasien yang diduga terpapar COVID-19 belum dilakukan tes swab di beberapa rumah sakit.

"Tadinya kan untuk COVID-19 itu hanya satu lab yang ada di Balitbangkes (Kemenkes), ini dalam menghadapi pandemi itu kalau mengandalkan satu lab hanya di Jakarta saja itu hampir mustahil. Sedari awal itu seharusnya sudah memahami itu karena kalau kita melihat Inpres Nomor 4 tahun 2019 yang tentang persiapan pandemi itu yang dikatakan Pak Presiden Jokowi itu salah satunya harus memperkuat jejaring lab," kata Pandu, saat dihubungi, Kamis (30/4/2020).

ADVERTISEMENT

"Tetapi Inpres itu tidak dijalankan sehingga pada waktu kita menghadapi pandemi kita masih ngotot bisa bertahan dengan hanya satu lab karena lab itu dianggap kapasitasnya luar biasa, tidak menyadari bahwa banyak sekali yang harus ditest dan itu harus di seluruh Indonesia karena pandeminya itu sudah kita ramalkan meluas di seluruh Indonesia," sambungnya.

Ia mengatakan seharusnya sejak awal pemerintah menyiapkan dan memetakan laboratorium yang dimiliki baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, perguruan tinggi hingga swasta untuk dapat memeriksa spesimen COVID-19 melalui metode PCR. Sebab untuk menyiapkan laboratorium PCR diperlukan waktu yang tak sebentar karena pemeriksaan sampel virus Corona dilakukan di laboratorium bio safety level 2 dengan tingginya level keamanan pemeriksaan virus menular.

"Iya bangunnya kan susah (laboratorium bio safety level 2), harus ada ruangan yang tekanan negatif, ruangan sebelum masuk itu ada ruangan ganti pakaian dengan APD lengkap, ada 3 pintu, kemudian baru ada ruangan lab," ujarnya.

Sementara itu, saat ini pemerintah juga sudah berupaya menambah jejaring laboratorium dan mendatangkan mesin untuk melakukan pemeriksaan PCR, akan tetapi tidak serta merta datangnya mesin tersebut bisa langsung dipakai. Menurut Pandu, masih perlu waktu untuk menginstall dan mempersiapkan mesin tersebut sebelum dioperasikan, padahal sudah terjadi antrean pasien yang diduga terpapar COVID-19 menunggu untuk diperiksa swab.

"Baru belakangan ini diperluas sampai semua terlibat. Jadi ditambahkan mesin PCR, tapi mesin PCR-nya sendiri kan begitu datang harus diinstall dulu, jadi tidak bisa segera ada mesin langsung melakukan pemeriksaan padahal antreannya itu banyak sekali. Dan juga bukan hanya mesin tapi sarana lab-nya yang lain misalnya untuk pengiriman medium transportasinya, reagen untuk ekstraksi RNA dari virus, dan itu harus tidak boleh terputus supply-nya, kita itu periksa ribuan," ujarnya.

"Kalau perintah Presiden harus bisa menyiapkan 10.000 tes per hari, memang kita belum mampu walaupun kita sudah meningkatkan kapasitas. Padahal ini perintahnya jelas, masalah testing ini menjadi kendala karena yang dilaporkan hari-hari itu adalah hasil laboratorium," ujarnya.

Jika hasil pemeriksaan PCR seeorang dinyatakan positif COVID-19, maka data tersebut disampaikan ke Kementerian Kesehatan untuk didata pada sistem nasional. Namun tantangannya jumlah permintaan pemeriksaan PCR lebih tinggi daripada kapasitas lab.

"Tapi kan masalahnya adalah kapasitas lab sama yang mau diperiksa jauh lebih banyak jadi jauh melebihi kapasitas. Ada lab yang harus meriksa 500 tapi yang harus diperiksa 1000. Itu kan jadi yang 500 nunggu besoknya dperiksa, kan mesinnya juga panas kalau dipakai terus. Memangnya satu alat 1 periksa butuh berapa menit. Ya kan jadi prosesnya itu memang panjang jadi tidak mungkin di eskalasi kalau jumlah PCR nya terbatas, labnya terbatas jadi harus dieskalasi," ungkapnya.

Ia mengakui saat ini pemerintah sudah berupaya menyediakan laboratorium pemeriksaan PCR dan mesin yang dapat memeriksa sampel dengan cepat. Akan tetapi, Pandu menilai seharusnya persiapan jejaring laboratorium dilaksanakan sebelum masuknya virus Corona di Indonesia. Saat ini ia menilai memang tidak mudah dilakukannya percepatan deteksi COVID-19 bila persiapan jejaring laboratorium yang dilakukan pemerintah lambat.

"Jadi ini usahanya memang tidak mudah karena keterlambatan kita waktu menyiapkan harusnya menyiapkan sebelum ada pandemi. Jadi sebelum ada pandemi ini sistem lab kita lemah, jadi kalau udah lemah mau ditingkatkan ya susah karena tidak mudah mempersiapkan lab," kata doktor epidemiologi lulusan University of California, Los Angeles itu.



"Ya betul pemerintah itu sudah berusaha, tapi kok kelihatannya lamban. Saya bilang lambannya itu karena startnya dari lemah. Karena awalnya sudah tidak ada persiapan, karena pada awal pandemi tidak segera mempersiapkan begitu disuruh eskalasi banyak menghadapi kendala," ujarnya.

Selain itu dia meminta pemerintah juga membuka data PDP dan ODP yang belum dilakukan tes maupun yang meninggal tetapi masih menunggu hasil swab. Hal itu karena ada kendala pada kapasitas pemeriksaan laboratorium sehingga adanya antrian pemeriksaan pasien, ia berharap pemerintah mampu melakukan pemeriksaan 10.000 spesimen per hari.

"Kendalanya adalah saya tuh sebenarnya ingin mengatakan bahwa definisi kasus itu harus tidak hanya melaporkan yang terkonfirmasi saja, tapi PDP yang belum dites, berapa yang sudah di test dan berapa yang meninggal itu kan tidak dilaporkan karena belum ada hasil test. Jadi kita kan bingung kok karena apa karena sampai sekarang pun walau kita berusaha keras masih belum bisa mengejar target yang kita harus lakukan," ujarnya.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads