Mudik lebaran 2020 akhirnya dilarang untuk memutus mata rantai penularan virus corona baru (COVID-19). Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang awalnya bersifat mengimbau warga untuk tidak pulang kampung, pada akhirnya memutuskan untuk melarang tradisi tahunan itu.
"Pada rapat hari ini saya ingin menyampaikan juga bahwa mudik semuanya akan kita larang," kata Jokowi dalam rapat terbatas yang disiarkan pada kanal YouTube Sekretariat Presiden, Selasa (21/4/2020).
Keputusan itu tidak serta merta diambil Jokowi. Dia mengaku melihat perkembangan di masyarakat hingga akhirnya mengeluarkan keputusan itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satunya disebut Jokowi mengenai hitungan dari survei yang dilakukan Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Jokowi menyebut jumlah orang yang masih ingin mudik cukup tinggi.
"Dari hasil survei yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan disampaikan bahwa yang tidak mudik adalah 68 persen, yang tetap masih bersikeras mudik 24 persen, yang sudah mudik 7 persen. Artinya masih ada angka yang sangat besar yaitu 24 persen tadi," kata Jokowi.
Berikut gambaran perjalanan keputusan pemerintah yang akhirnya melarang mudik:
Jokowi Larang Seluruh Warga Mudik Lebaran Tahun Ini!:
Keterangan Jubir Presiden soal Mudik
Perihal larangan mudik ini awalnya diungkap oleh juru bicara Presiden, Fadjroel Rachman, melalui keterangan tertulis, Kamis (2/4). Fadjroel menyebut mudik diperbolehkan asalkan sesampainya di tempat tujuan pemudik harus mengisolasi mandiri selama 14 hari.
"Mudik boleh tapi berstatus orang dalam pemantauan. Presiden Joko Widodo menegaskan tidak ada larangan resmi bagi pemudik Lebaran Idul Fitri 2020 M/1441 H. Namun, pemudik wajib isolasi mandiri selama 14 hari dan berstatus orang dalam pemantauan (ODP) sesuai protokol kesehatan (WHO) yang diawasi oleh pemerintah daerah masing-masing," kata Fadjroel.
Fadjroel mengatakan kebijakan itu sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Meski begitu, pemerintah tetap mengimbau masyarakat tidak mudik. Pemerintah akan melakukan kampanye dengan melibatkan tokoh hingga ulama.
"Pemerintah pusat akan menggencarkan kampanye secara besar-besaran untuk tidak mudik agar bisa menahan laju persebaran virus Corona atau COVID-19. Kampanye ini melibatkan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan publik figur," ujar Fadjroel.
Mensesneg Pratikno Luruskan Pernyataan Fadjroel
Mensesneg Pratikno kemudian meluruskan pernyataan Fadjroel Rachman, soal diperbolehkannya warga mudik pada Lebaran Idul Fitri tahun ini. Pratikno menegaskan pemerintah mengajak masyarakat untuk tak mudik.
"Yang benar adalah pemerintah mengajak dan berupaya keras agar masyarakat tidak perlu mudik," kata Pratikno kepada wartawan, Kamis (2/4/2020).
Namun Pratikno tak menjelaskan secara gamblang apakah pemerintah melarang warga untuk mudik ke kampung halaman. Pratikno hanya menyebut bahwa pemerintah telah menyiapkan bantuan sosial bagi masyarakat lapisan bawah, dengan harapan warga tak mudik saat Lebaran nanti.
"Dan pemerintah menyiapkan bantuan sosial yang diperbanyak penerima manfaatnya dan diperbesar nilainya kepada masyarakat lapisan bawah. Hal ini sejalan dengan keputusan Presiden tentang PSBB (pembatasan sosial berskala besar)," tuturnya.
Jokowi Anjurkan Warga Tak Mudik dan Berikan Bansos
Pada Kamis (9/4) Presiden Jokowi hanya menganjurkan warga, khususnya di Jabodetabek, tidak mudik untuk memutus mata rantai penyebaran virus Corona (COVID-19). Pemerintah pun menyiapkan bantuan sosial agar warga tidak mudik.
"Pemerintah menganjurkan untuk tidak mudik. Dan tadi sudah saya sampaikan, saluran bantuan sosial, khususnya Jabodetabek, kita berikan ini agar warga mengurungkan niat untuk mudik," kata Jokowi dalam konferensi pers yang disiarkan saluran YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (9/4/2020).
Menteri Sosial Juliari Batubara juga menjelaskan bahwa pemerintah menyiapkan skema bantuan sosial sebagai insentif agar warga dari DKI Jakarta tidak mudik. Juliari menyebut hal itu sesuai permintaan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar warga tak mudik.
"Ini sebenarnya Presiden minta agar, karena beliau belum melarang mudik, jadi beliau meminta saya agar dipikirkan bagaimana bentuk semacam insentif bagi para calon pemudik dari Jakarta agar mereka tidak atau mengurungkan niat untuk mudik," kata Juliari dalam rapat virtual dengan Komisi VIII DPR, Selasa (7/4/2020).
"Jadi tentunya kami berpikir kita harus berikan mereka sesuatu kalau mereka mau tidak pulang kampung dan tetap bertahan di DKI walaupun tidak mungkin bisa menahan 100 persen," imbuhnya.
Jokowi Larang Mudik Bagi ANS, TNI/POlri dan Pegawai BUMN
Jokowi menegaskan ada beberapa kelompok yang akan dilarang mudik. Mereka adalah Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI/Polri dan pegawai BUMN.
"Tadi sudah kita putuskan bahwa untuk ASN, TNI dan Polri, serta pegawai BUMN dilarang mudik," kata Jokowi dalam jumpa pers yang disiarkan langsung, Kamis (9/4/2020).
Soal kebijakan mudik bagi masyarakat, Jokowi mengatakan pemerintah akan melihat lebih detail dan akan mengevaluasi hal-hal di lapangan. Jokowi juga membatasi angkutan umum dan pribadi untuk menekan penyebaran Corona.
"Kemudian juga transportasi umum juga akan kita batasi kapasitasnya kemudian yang memakai kendaraan pribadi juga akan kita batasi dengan pembatasan kapasitas angkut mobil dan motor," sambungnya.
Mudik Tak Bisa Dilarang karena Tradisi
Jokowi mengatakan mudik tak bisa serta merta dilakukan pelarangan. Dia menyebut ada dua kelompok yang tak bisa begitu saja dilarang untuk kembali ke kampung halaman mereka.
"Ada dua kelompok pemudik yang tidak bisa begitu saja kita larang-larang karena ada juga yang pulang kampung karena alasan ekonomi," kata Jokowi.
Kelompok pertama adalah warga yang terpaksa pulang mudik karena masalah ekonomi setelah penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Kemudian, kelompok kedua adalah warga yang mudik karena tradisi.
"Kelompok pertama, warga yang terpaksa pulang kampung karena masalah ekonomi setelah diterapkannya pembatasan sosial sehingga penghasilan mereka turun atau bahkan tidak memiliki pekerjaan dan tidak memiliki penghasilan. Kelompok kedua adalah warga yang mudik karena tradisi yang sudah puluhan tahun kita miliki di negara kita Indonesia," tuturnya.
Ahli Prediksi Kasus Corona Meningkat Jika Mudik Tak Dilarang
Ahli matematika dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Sutanto Sastraredja mengkaji puncak Corona di RI terjadi pada pertengahan Mei. Dia menyebut supaya keadaan wabah virus Corona tidak menjadi lebih buruk, maka mudiknya penduduk Jakarta perlu diantisipasi.
Susanto mengatakan berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), bahwa sudah ada sekitar 7% penduduk Jakarta yang mudik lebih awal ke provinsi lain. Angka ini jugalah yang diungkap lewat survei Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan (Balitbanghub), Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Dari survei tersebut, 37% belum memutuskan apakah akan mudik atau tidak. Bila 37% itu bakal mudik, maka ada 44% orang penduduk Jakarta yang mudik di masa wabah ini.
"Kalau 44%, wah itu berpengaruh banget, berpengaruh banget. Bahaya itu. Nantinya, puncak kasus COVID-19 yang di Jakarta akan turun karena bergeser lebih cepat. Sementara, yang di non-Jakarta Pulau Jawa akan terjadi peningkatan signifikan," kata Sutanto.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), terdiri atas Iwan Ariawan, Pandu Riono, Muhammad N Farid, dan Hafizah Jusril juga membuat prediksi kasus Corona jika pemerintah tak melarang mudik. FKM UI memprediksi angka positif COVID-19 yang butuh pelayanan rumah sakit bakal tembus sejuta kasus.
Draf 'Permodelan COVID-19 Indonesia, Apa yang Terjadi Jika Mudik?' bertanggal 12 April diterima detikcom dari Pandu Riono, salah satu tim FKM UI.
Berikut ini jumlah orang yang bakal terjangkit COVID-19 dalam kondisi berat sehingga perlu perawatan rumah sakit, dibagi berdasarkan skenario 'dengan mudik' dan 'tanpa mudik'.
Estimasi kumulatif kasus COVID-19 di Pulau Jawa:
1. Jawa selain Jabodetabek (dengan mudik): +/- 1.000.000 kasus COVID-19 perlu perawatan RS
2. Jawa selain Jabodetabek (tanpa mudik): +/ 800.000 kasus COVID-19 perlu perawatan RS
3. Jabodetabek: +/- 250.000 kasus COVID-19 perlu perawatan RS
Angka tersebut diprediksi tercapai pada 1 Juli 2020. Sebelum momen puncak itu, angka kasus COVID-19 yang perlu perawatan rumah sakit bakal terus naik. Pada 24 Mei atau 1 Syawal, angka positif COVID-19 yang perlu perawatan RS sudah menembus 500 ribu kasus, bila tanpa larangan mudik.
Istana Lihat Perkembangan di Lapangan Soal Larangan Mudik
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi IV Kantor Staf Presiden (KSP) Bidang Komunikasi Politik dan Informasi, Juri Ardiantoro menyebut pelarangan mudik akan disesuaikan dengan perkembangan di lapangan. Juri mengatakan pemerintah masih mengedepankan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
"Iya seperti yang presiden sampaikan. Saat ini kebijakannya adalah PSBB, yakni pembatasan pembatasan kegiatan masyarakat yang berpotensi menjadi sarana penularan virus," kata Juri saat dihubungi, Rabu (15/4/2020).
"Soal kemungkinan larangan mudik, seperti kata Pak Presiden akan dilihat perkembangan ke depan," sambungnya.
Juri menyebut pemerintah akan terus mempelajari perkembangan COVID-19. Serta mengevaluasi kebijakan untuk penanganan virus Corona itu.
"Pemerintah akan terus memperhatikan dan mempelajari secara cermat perkembangan wabah COVID-19 ini, termasuk mencermati kebijakan yang telah diambil," jelasnya.
Surat Terbuka untuk Jokowi Agar Mudik Dilarang
Sejumlah pihak mengirimkan surat terbuka kepada Presiden Jokowi. Mereka minta Jokowi memberlakukan larangan mudik agar kasus Corona tidak meningkat drastis.
Badan Eksekutif Mahasiswah Seluruh Indonesia (BEM SI) menyampaikan surat terbuka berisi pandangan tentang penanganan COVID-19 kepada Presiden Jokowi. BEM SI ingin Jokowi mengutamakan keselamatan rakyat di masa wabah ini.
Mereka menyampaikan tuntutan pelarangan mudik, kritik terhadap PSBB, kritik terhadap kebijakan pembebasan narapidana oleh Menkum HAM Yasonna H Laoly mewanti-wanti agar tak ada yang mencari kesempatan dalam kesempitan wabah Corona untuk mengesahkan Omnibus Law RUU Cipta Kerja, mengkritik Perppu Corona sebagai kebijakan bernuansa oligarki, menyampaikan keluhan kuota hingga tugas kuliah, serta meminta pemerintah memperhatikan nasib guru honorer di tengah wabah.
"Surat terbuka ini adalah bentuk keresahan kepada pemerintah, untuk sekiranya pemerintah juga bersedia melihat apa yang menjadi keresahan mahasiswa ataupun masyarakat secara luas," kata Koordinator Pusat Aliansi BEM Seluruh Indonesia, Remy Hastian Putra Muhammad Puhi, saat menjelaskan perihal surat terbuka ini kepada detikcom, Senin (20/4/2020).
Perhimpunan pelajar RI sedunia juga mendorong Presiden Jokowi untuk melarang mudik. Mereka berharap larangan itu dapat menekan penularan virus Corona.
"Mendorong pemerintah pusat untuk mempertimbangkan keputusan larangan mudik nasional agar sesuai dengan anjuran menjaga jarak fisik (physical distancing) dan menetap di rumah (stay at home) yang bertujuan untuk mengurangi penyebaran COVID-19 ke berbagai daerah," demikian kata Perhimpunan Pelajar Indonesia Sedunia (PPI Dunia), dikutip dari situs resmi PPI Dunia, Senin (20/4/2020).
Sementara itu, Wakil Ketua MPR Syarief Hasan meminta pemerintah dengan tegas memutuskan pelarangan mudik Lebaran tahun ini mengingat kondisi darurat pandemi COVID-19 yang semakin mengkhawatirkan. Tujuannya tentu untuk menjaga agar pandemi COVID-19 tidak semakin meluas, akibat migrasi besar-besaran masyarakat melakukan mudik.
"Kebijakan pelarangan tersebut berlaku kepada semua tanpa kecuali. Bila mudik diperbolehkan akan berpotensi meningkatkan penyebaran virus Corona menjadi 200.000 orang," ungkap Syarief, dalam keterangannya, Sabtu(18/4/2020).
Permintaan larangan mudik juga disuarakan oleh sosiolog dari Universitas Indonesia (UI), Imam Budidarmawan Prasodjo. Dia menyebut tradisi mudik lebih baik jika dilarang saja.
"Menurut saya, masalah tradisi, dilarang saja. Yang perlu dipikir adalah mudik karena alasan ekonomi. Namun, kalau mudik karena masalah tradisi, potong saja," kata sosiolog dari Universitas Indonesia (UI), Imam Budidarmawan Prasodjo, kepada detikcom, Selasa (14/4/2020).
Jokowi Katakan Mudik Bukan Tak Rindu, Tapi Sayang Ayah-Ibu
Pada Sabut (18/4) Presiden Jokowi masih belum memutuskan larangan mudik kepada masyarakat. Namun Jokowi mengimbau agar tak mudik melalui komik.
"Tak mudik bukan karena tak rindu. Tapi karena sayang pada ayah dan ibu," cuit Presiden Jokowi lewat akun Twitter-nya @jokowi seperti dilihat detikcom, Sabtu (18/4/2020).
Dalam komik tersebut digambarkan ada seorang pemuda di Jakarta yang berencana mudik ke kampung halamannya. Namun, saat berkemas, dia melihat siaran di televisi bahwa pemerintah mengimbau agar masyarakat tidak mudik karena berpotensi menularkan virus Corona.
Si pemuda tersebut kemudian membayangkan bagaimana jika dirinya mudik. Bukannya gembira bersama sanak keluarga, melainkan jadi dukacita karena banyak yang tertular virus Corona. Si pemuda ini pun membatalkan niatnya mudik meski sedih.
Dia kemudian menelepon ibunya mengabarkan Lebaran tahun ini tidak mudik karena mengikuti imbauan pemerintah untuk memutus mata rantai penularan virus Corona.
"Tak harus bertemu secara fisik untuk menunjukkan rasa sayang. Tapi menahan rindu dengan tidak mudik adalah sebentuk rasa sayang untuk melindungi orang-orang tersayang dari wabah ini," demikian penutup di bagian akhir komik tersebut.
Jokowi Akhirnya Larang Mudik 2020
Pada, Selasa (21/4), Presiden Jokowi akhirnya memutuskan untuk melarang mudik. Larangan itu berlaku untuk semua kelompok agar tak kembali ke kampung halamannya.
"Pada rapat hari ini, saya ingin menyampaikan juga bahwa mudik semuanya akan kita larang," kata Jokowi dalam rapat terbatas yang disiarkan pada kanal YouTube Sekretariat Presiden.
Jokowi meminta kepada seluruh jajarannya untuk menyiapkan segala hal yang berkaitan dengan larangan itu.
"Oleh sebab itu, saya minta persiapan-persiapan yang berkaitan dengan ini mulai disiapkan," ujar Jokowi.