Universitas Negeri Semarang (Unnes) membebastugaskan dosen Sucipto Hadi Purnomo. Dosen Program Studi Bahasa dan Sastra Jawa di Fakultas Bahasa dan Seni Unnes tersebut dinilai menghina Presiden Jokowi dalam unggahan di Facebook.
Postingan yang dimaksud Unnes diunggah pada 10 Juni 2019 di akun Facebook Sucipto Hadi Purnomo. Dalam posting-an tersebut tertulis, 'Penghasilan anak-anak saya menurun drastis pada lebaran kali ini. Apakah efek Jokowi yang terlalu asyik dengan Jan Ethes?'.
"Iya benar yang itu, apakah menghina Jokowi? Itu satire," kata Sucipto saat dimintai konfirmasi detikcom.
Sucipto menyebut postingannya itu sudah melewati masa Pilpres. Dosen bergelar doktor tersebut menegaskan bahwa satire yang dia tulis itu untuk menyinggung orang-orang yang selalu menyalahkan Jokowi, bukan justru menghina Jokowi.
"Saat itu kan trending Jokowi yang jalan-jalan dengan Jan Ethes, beritanya gegap gempita. Itu kan menimbulkan rasa iri, kemudian orang-orang, jika ada yang tidak beres, kemudian menyalahkan Jokowi, dikit-dikit salah Jokowi. Apakah saya menyalahkan Jokowi? Asyik sama Jan Ethes apa salahnya, tanda tanya pula. Satirenya ke yang menyalahkan Jokowi," jelas Sucipto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejumlah ahli bahasa maupun pakar komunikasi turut memberikan pendapat soal unggahan tersebut. Berikut ini pendapat mereka:
- Dwi Purnanto (pakar Bahasa Indonesia dari Universitas Sebelas Maret, Solo)
"Dalam dunia bahasa, kalau dikatakan penghinaan itu sulit. Karena itu dia bertanya. Kalau dikatakan menyindir, bisa saja," kata Dwi Purnanto, Senin (17/2).
Menurutnya, kalimat pertama terkait penghasilan anak adalah deklaratif. Isinya dianggap tidak riil atau tidak sesuai fakta. "Apakah iya penghasilannya berkurang berkaitan dengan janji Jokowi? Saya pikir tidak ada pemotongan gaji juga. Jadi itu tidak riil," kata Dwi.
Kemudian ketika kalimat kedua dihubungkan dengan kalimat pertama, Dwi menilai tidak bisa disambungkan. Dua kalimat tersebut tidak memiliki hubungan kausalitas.
"Pernyataan kedua kan dibuat dalam rangka mempertanyakan apakah ini efek presiden terlalu asyik dengan cucunya. Kan tidak ada hubungannya dengan uang lebaran. Jadi sulit dikatakan penghinaan," katanya.
- Benni Setiawan (pakar ilmu komunikasi Universitas Negeri Yogyakarta-UNY)
"Menurut saya, apa yang dikatakan (dalam postingan) oleh Dr Sucipto hal yang biasa dan wajar. Sekiranya itu dianggap sebagai sindiran (ke Presiden) saya kok belum menemukan kata yang menyindir," ujar Benni, Senin (18/2/)
Benni mengaku tak menemukan unsur sindiran terhadap presiden dalam postingan tersebut. Benni justru menilai jika postingan itu merupakan satire malah akan menjadi masukan yang baik untuk pemerintah.
"Tapi jika itu dianggap satire, saya kira ini masukan yang baik dari seorang dosen untuk pemerintah. Pemerintah perlu kerja lebih keras dan baik untuk meningkatkan ekonomi bangsa," katanya.
"Kritik untuk pemerintah saya kira adalah hal wajar di tengah era keterbukaan," lanjutnya.
Benni mengatakan jika unggahan itu dinilai menyinggung pihak tertentu, dia menduga akan banyak orang yang diperkarakan seperti Sucipto.
"Sekiranya kita mau menemukan kata seperti itu yang dianggap menyinggung pihak tertentu akan banyak orang yang mengalami hal yang sama seperti Dr Sucipto," jelasnya.
- I Dewa Putu Wijana (guru besar Sastra Indonesia Universitas Gadjah Mada-UGM)
"Secara tidak langsung itu ada kemungkinan untuk menuduh Pak Jokowi, tapi secara tidak langsung," kata Putu, Senin (17/2).
Putu menyebut postingan Sucipto itu secara tidak langsung menuduh Jokowi karena menggunakan kalimat tanya. Namun menurutnya, posting-an Sucipto masih tersirat keraguan untuk menuduh Jokowi.
"Kalau dia memakai kalimat berita itu sudah pasti (menghina Jokowi), tapi karena itu (menggunakan) kalimat tanya, berarti dia tidak langsung, masih meragukan. Tapi ada kecenderungan itu (menuduh Jokowi)," ujarnya.
Putu tidak setuju jika posting-an yang diunggah Sucipto itu satire. Putu menyebut status Facebook Sucipto bertuliskan 'Penghasilan anak-anak saya menurun drastis pada lebaran kali ini. Apakah efek Jokowi yang terlalu asyik dengan Jan Ethes?' bukan merupakan satire.
"Satire? Ndak jelas, tapi itu tidak langsung, secara tidak langsung. Tidak terus terang tapi meragukan, masih meragukan, itu bukan satire, kalau satire itu bukan," sebut Putu.
Sedangkan dari sisi linguistik, Putu menyebut status Facebook tersebut membuktikan keraguan Sucipto dalam membuat posting-an.
"Dari linguistiknya dia ragu, meragukan tapi kecenderungan itu (menuduh Jokowi) ada, dia punya pretensi untuk menuduh itu ada, tapi dia ragu," ujarnya.
- Fathur Rokhman (guru besar sosiolingustik Fakultas Bahasa dan Seni Unnes)
"Satire adalah gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sindiran atau ejekan terhadap suatu keadaan atau seseorang. Mari santun berbahasa anakku," kata Fathur yang juga diunggahnya lewat akun Instagram @fathur_rokhman_.
"Bahasa satire adalah bahasa yang biasa digunakan oleh orang tidak pandai bersyukur, suka mengeluh, tak mampu melihat dirinya sendiri, dan suka menyalahkan orang lain. Dia sering lupa adanya risiko yang harus ditanggung," lanjut Fathur melalui pesan singkat kepada detikcom.
Fathur saat ini juga menjabat sebagai Rektor di Unnes. Dia yang memutuskan untuk membebastugaskan sementara Sucipto dari tugas dan kewajibannya sebagai dosen.