Fahri dulu memang termasuk aktivis era reformasi, peristiwa bersejarah yang melengserkan Presiden Soeharto. Namun Fahri dulu awalnya bukan termasuk barisan yang mendesak Soeharto lengser.
Dalam buku 'Islamising Indonesia' karya Yon Machmudi, Fahri disebut sebagai sosok sentris alias bukan ekstrem kiri atau kanan, bukan pula yang termasuk mendesak Soeharto turun takhta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"KAMMI melalui Ketua Umumnya, Fahri Hamzah, mengambil sikap yang lebih lunak," tulis Yon.
Baca juga: Mencari Penembak Mahasiswa Kendari |
Saat itu Fahri menyatakan, "Bila Soeharto berubah dan memimpin pembaruan, bukan tidak mungkin kami akan mendukungnya." Bagi KAMMI, aspek terpenting dari perubahan bukan cuma ganti rezim melainkan perubahan moral, politik, dan hukum secara total.
Namun setelah gelombang demonstrasi mahasiswa dan tokoh nasional semakin kuat mendesak lengsernya Soeharto, KAMMI berubah sikap menyesuaikan sikap mayoritas.
![]() |
Dihubungi terpisah, Fahri tak membantah. Dia menyatakan sikap awalnya yang lunak ke Soeharto saat itu dilatarbelakangi pertimbangan tertentu. Dia tak ingin situasi Indonesia berubah kacau dan akhirnya malah diambil alih pemerintahan militer.
"Intinya kami sebagai eksponen gerakan reformasi membangun dialog dengan elite-elite yang bersepaham. Tokoh pertama yang diajak bicara adalah Pak Amien Rais waktu itu. Dan, kita mendapatkan banyak pikiran bahwa Pak Harto itu pada dasarnya harus diajak untuk berdialog," tutur Fahri saat berbincang, Sabtu (28/9/2019).
Dia berharap Soeharto mau berubah. Bila itu terjadi, maka tak perlu ada kerusuhan di jalanan, situasi keamanan bisa dijaga. Dengan begitu, tak ada alasan bagi militer untuk bergerak. Digaungkanlah olehnya 'reformasi damai'.
"Intinya, jangan dari Pak Harto jatuhnya ke tentara tapi kepada kelompok sipil," kata dia.
Namun apa yang diharapkan Fahri ternyata tidak terjadi. Dialog yang coba dijalin mahasiswa ke pemerintah menemui jalan buntu. Fahri dan kawan-kawannya yang awalnya lunak ke Soeharto kemudian berubah.
"Maka tekanan ditingkatkan. Puncaknya adalah peristiwa aksi Hari Kemerdekaan Nasional di Monas, yang saya dan Pak Amien Rais memimpinnya. Tapi kemudian, peristiwa itu memicu mobilisasi aparatur negara terutama perlengkaan militer ke Istana, ke Sekitar Monas, sehingga DPR Senayan kosong. Nah, kekosongan inilah yang kita manfaatkan untuk memobilisasi mahasiswa ke DPR. Dan dari DPR lah tekanan politik dilakukan sampai kemudian Pak Harto mengundurkan diri," tutur Fahri.
Fahri memberikan catatan tambahan soal kiprah KAMMI saat reformasi. Dikatakannya, KAMMI adalah yang pertama keluar kampus melanggar peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. "KAMMI adalah yang pertama secara terbuka menggalang rakyat dalam demo besar depan masjid Al Azhar," ujar Fahri.
Waktu terus berjalan. Pada 2015, saat Fahri sudah menjadi Wakil Ketua DPR, dia menilai Soeharto pantas diberi gelar pahlawan. Bukan hanya Soeharto, namun semua presiden Indonesia pantas menyandang gelar itu.
"Dia (Soeharto) salah satu presiden berkuasa selama 32 tahun, ada juga jasa yang dia buat. Kalau ada yang tidak suka kepadanya itu persoalan lain," kata Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (9/11/2015) lampau.
Dulu Mahasiswa Demonstran, kini Pimpinan DPR
Fahri lahir di Utan, Sumbawa, NTB, 10 November 48 tahun silam. Dia dulu sempat menjadi mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Mataram, kemudian pindah ke Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI).
Dia adalah Ketum Pertama KAMMI pada 1998. Setelah reformasi bergulir, Soeharto lengser. Fahri menjadi anggota MPR dan staf ahli MPR. Melalui PKS, dia kemudian menjadi anggota DPR dari Daerah Pemilihan NTB mulai tahun 2004. Pada 2014, dia menjadi Wakil Ketua DPR.
Fahri berkonflik dengan PKS saat ini. April 2016, PKS di bawah kepemimpinan Sohibul Iman memecat Fahri dari seluruh keanggotaan partai karena pelanggaran disiplin dan tak patuh. Fahri tak terima, dia balik menggugat PKS Rp 30 miliar. Fahri lantas mendeklarasikan Gerakan Arah Baru Indonesia (Garbi), ormas yang digagas bersama Anis Matta mantan Presiden PKS. Garbi direncanakan akan menjadi Partai Gelombang Rakyat (Gelora).
Kini dia sudah di pengujung masa jabatan DPR. Fahri tidak mencalonkan diri di Pileg 2019 lalu, dia tak akan ada di DPR lagi setelah purnatugas pada Oktober nanti.
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Fahri terakhir melaporkan kekayaannya pada 2014. Total harta kekayaannya pada 2009 adalah Rp 3.164.459.559,00 dan USD 1.500. Pada 2014, total kekayaannya meningkat menjadi Rp 7.541.876.506,00 dan USD 1.500.
Simak berita tentang 'demonstran jadi elite?' di detikcom.
Halaman 2 dari 3
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini