Batas waktu para pencari suaka tinggal di lahan Kodim, Kalideres, Jakbar, seharusnya hingga 31 Agustus 2019. Meski batas waktu lewat, para pencari suaka masih tetap bertahan.
Pada Minggu (1/9/2019) kemarin, detikcom memantau situasi pengungsian di Kalideres. Para pencari suaka itu tampak beraktivitas seperti biasa. Mereka tampak berbincang di depan gedung. Anak-anak tampak bermain dan berlarian di halaman gedung tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait hal itu, Pemprov DKI masih mengkaji perpanjangan pengungsian para pencari suaka. UNHCR juga telah berkirim surat ke Pemprov untuk meminta perpanjangan waktu tinggal kepada mereka.
"Aku kan monitor di sana, karena UNHCR nggak tuntas pekerjaan untuk 400 orang itu (memberikan uang untuk menyewa rumah) karena ulet negosiasi. Dia surat ke pemda untuk memberikan waktu. Padahal kita sudah tutup warung. Dia minta tolong ya kita buka lagi. Masak, usir orang, bisa kerusuhan sosial," ucap Kepala Badan Kesbangpol DKI Jakarta Taufan Bakri saat dihubungi, Senin (2/9).
Taufan belum mengetahui pasti alasan UNHCR tak bisa menyelesaikan tugas pemindahan sampai batas waktu 31 Agustus 2019. Taufan menduga masalah ada pada nominal uang yang diberikan UNHCR kepada pengungsi.
"Nggak ngerti (alasan tidak selesai). Karena kekecilan (dana) kali. Orang disuruh mencari rumah duitnya sejuta (rupiah), bingung dia," katanya.
Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengaku terus berkomunikasi dengan pemerintah pusat tentang penampungan para pencari suaka. Anies menyebut pemerintah pusat tengah mencari solusi tempat penampungan para pencari suaka itu.
"Tadi pagi saya koordinasi dengan pemerintah pusat soal itu, mereka sedang mencari solusi tempat, kalau sudah kita kebut," kata Anies di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Selasa (3/9).
Dia mengatakan Pemprov DKI selama ini hanya bisa membantu dari aspek kemanusiaan, seperti pemenuhan konsumsi. Namun, untuk pengaturan lebih lanjut tentang nasib para pencari suaka, Anies mengatakan Pemprov DKI tak punya wewenang.
"Tapi yang kita kerjakan adalah aspek kemanusiaannya, kebutuhan-kebutuhan dasar terpenuhi, seperti makan, minum, MCK, itu bisa kita support. Tapi pengaturannya, kita tak memiliki kewenangan," tuturnya.
Selain itu, Pemprov DKI menegaskan tidak bisa mengusir secara paksa pengungsi yang masih bertahan di lokasi pengungsian. Penanganan para pengungsi disebut harus sesuai dengan asas kemanusiaan.
"Kita agar membantu... kita pegang Perpres 125 dan surat edaran Mendagri bahwa penanganan pengungsi itu adalah penanganan kemanusiaan. Jadi, tidak boleh ada tindak kekerasan, pemaksaan, sehingga, UNHCR (Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi) perlu waktu meyakinkan mereka bahwa kemampuan pemerintah daerah untuk konsumsinya itu terbatas. Teknis berikutnya kita serahkan ke UNHCR," kata Sekda DKI Jakarta Saefullah di Balai Kota DKI Jakarta, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Selasa (3/9).
Saefullah tidak secara tegas menerima atau menolak usul perpanjangan masa pengungsian di Kalideres yang diusulkan UNHCR. Dia hanya menyebut kesepakatan batas tinggal di Kalideres berakhir pada 31 Agustus 2019.
"Itu sangat tergantung situasi di lapangan. Kesepakatan tetap 31 (Agustus), tapi ya, situasi lapangan berbeda, kita tidak bisa paksakan kalau belum ada alternatif bagi mereka. Semua pihak saya rasa harus memaklumi," ucap Saefullah.
Halaman 2 dari 3
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini