"Kalau apa yang disampaikan jaksa ada permufakatan jahat saya tidak tahu. Tapi setahu saya Pak Menteri tempo hari sudah memberikan kesaksian bahwa dia mengaku tidak tahu. Itu saya yang saya ketahui dari yang disampaikan Pak Menteri. Pak Menteri kan waktu sudah menyampaikan bantahan," kata Sesmenpora Gatot Sulistiantoro Dewa Broto, kepada wartawan, Kamis (15/8/2019).
"Tapi kalau tentang apa yang jadi substansi pak jaksa, saya kira itu nanti saja biar pengadilan yang mencari kebenaran," sambungnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gatot mengatakan menyerahkan kasus tersebut pada proses hukum yang berlaku. Dia mengatakan Kemenpora akan taat aturan.
Dia meminta asas praduga tak bersalah dikedepankan. Menurutnya, Imam Nahrawi tak ada maksud melakukan pemufakatan jahat.
"Ya, betul, betul (menyerahkan pada proses hukum yang berjalan). Kami tidak dalam kapasitas untuk, ya, kami sih di jajaran Kemenpora, saya sebagai kepala kantor yang membantu menteri berusaha untuk taat azas, kami taat aturan," ujar Gatot.
"Saya pikir, mohon kita hormati asas praduga tak bersalah. Jangan sampai terjadi trial by the press, biarkan terbukti. Saya yakin, pak menteri juga tak ingin bermaksud seperti itu, bermaksud melakukan permufakatan itu," tambahnya.
Sebelumnya diberitakan, jaksa KPK menyebut asisten pribadi Menpora Imam Nahrawi, Miftahul Ulum menerima Rp 11,5 miliar dari Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy. Penerimaan uang disebut jaksa atas sepengetahuan Menpora Imam Nahrawi.
Hal itu disampaikan jaksa KPK saat membacakan surat tuntutan untuk Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora, Mulyana. Tuntutan itu juga disampaikan kepada staf Kemenpora Adhi Purnomo dan Eko Triyanta yang duduk sebagai terdakwa dalam sidang itu.
Ketiga terdakwa diyakini jaksa bersalah menerima suap dari Ending Fuad Hamidy. Jaksa mengatakan dalam fakta persidangan terungkap peran Ulum agar dana hibah untuk KONI dapat dicairkan dengan syarat ada imbalan uang yang telah disepakati antara Ulum dengan Hamidy, yaitu 15-19 persen dari anggaran hibah KONI yang dicairkan.
"Sebagian realisasi besaran commitment fee terdakwa (Hamidy) dengan Johnny secara bertahap memberikan sejumlah uang seluruhnya berjumlah Rp 11,5 miliar yang diberikan terdakwa dan Johny kepada saksi Miftahul Ulum selaku aspri Menpora atau pun melalui Arif Susanto selaku orang suruhan Miftahul Ulum," kata jaksa saat membacakan surat tuntutan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (15/8).
Pemberian Rp 11,5 miliar itu disebut jaksa dilakukan secara bertahap dari Hamidy kepada Ulum atau melalui orang suruhan Ulum bernama Arif Susanto. Berikut ini rinciannya:
- Bulan Maret, Hamidy menyerahkan Rp 2 miliar di Gedung KONI pusat;
- Bulan Februari 2018, Hamidy menyerahkan Rp 500 juta ke Ulum di ruang kerja Hamidy;
- Bulan Juni 2018, Hamidy menyerahkan Rp 3 miliar kepada Arif Susanto;
- Bulan Mei 2018, Hamidy menyerahkan Rp 3 miliar kepada Ulum di ruang kerja Hamidy; dan
- Sebelum lebaran 2018, Hamidy menyerahkan Rp 3 miliar--ditukar dengan mata uang asing--kepada Ulum di lapangan tenis Kemenpora
Berkaitan dengan itu, jaksa mengatakan Ulum, Arif, dan Imam pernah membantah saat bersaksi dalam persidangan. Namun, menurut jaksa, kesaksian ketiga patut dikesampingkan karena tidak disertai bukti yang kuat serta bertentangan dengan kesaksian Kepala Bagian Keuangan KONI Eny Purnawati.
Tonton video Diperiksa KPK, Taufik Hidayat Dicecar soal Menpora Imam Nahrawi:
(jbr/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini