Sidang Suap Dana Hibah, Jaksa KPK: Ada Pemufakatan Jahat Menpora-Aspri

Sidang Suap Dana Hibah, Jaksa KPK: Ada Pemufakatan Jahat Menpora-Aspri

Faiq Hidayat - detikNews
Kamis, 15 Agu 2019 17:40 WIB
Sidang suap dana hibah Kemenpora di Pengadilan Tipikor, Kamis (15/8/2019) Foto: Faiq Hidayat-detikcom
Jakarta - Jaksa KPK menyebut asisten pribadi Menpora Imam Nahrawi, Miftahul Ulum menerima Rp 11,5 miliar dari Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy. Penerimaan uang disebut jaksa atas sepengetahuan Menpora Imam Nahrawi.

Hal itu disampaikan jaksa KPK saat membacakan surat tuntutan untuk Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Olahraga Kemenpora, Mulyana. Tuntutan itu juga disampaikan kepada staf Kemenpora Adhi Purnomo dan Eko Triyanta yang duduk sebagai terdakwa dalam sidang itu.

Ketiga terdakwa diyakini jaksa bersalah menerima suap dari Ending Fuad Hamidy. Jaksa mengatakan dalam fakta persidangan terungkap peran Ulum agar dana hibah untuk KONI dapat dicairkan dengan syarat ada imbalan uang yang telah disepakati antara Ulum dengan Hamidy, yaitu 15-19 persen dari anggaran hibah KONI yang dicairkan.

"Sebagian realisasi besaran commitment feeterdakwa (Hamidy) dengan Johnny secara bertahap memberikan sejumlah uang seluruhnya berjumlah Rp 11,5 miliar yang diberikan terdakwa dan Johny kepada saksi Miftahul Ulum selaku aspri Menpora atau pun melalui Arif Susanto selaku orang suruhan Miftahul Ulum," kata jaksa saat membacakan surat tuntutan dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (15/8/2019).




Pemberian Rp 11,5 miliar itu disebut jaksa dilakukan secara bertahap dari Hamidy kepada Ulum atau melalui orang suruhan Ulum bernama Arif Susanto. Berikut ini rinciannya:

- Bulan Maret, Hamidy menyerahkan Rp 2 miliar di Gedung KONI pusat;

- Bulan Februari 2018, Hamidy menyerahkan Rp 500 juta ke Ulum di ruang kerja Hamidy;

- Bulan Juni 2018, Hamidy menyerahkan Rp 3 miliar kepada Arif Susanto;

- Bulan Mei 2018, Hamidy menyerahkan Rp 3 miliar kepada Ulum di ruang kerja Hamidy; dan

- Sebelum lebaran 2018, Hamidy menyerahkan Rp 3 miliar--ditukar dengan mata uang asing--kepada Ulum di lapangan tenis Kemenpora


Berkaitan dengan itu, jaksa mengatakan Ulum, Arif, dan Imam pernah membantah saat bersaksi dalam persidangan. Namun, menurut jaksa, kesaksian ketiga patut dikesampingkan karena tidak disertai bukti yang kuat serta bertentangan dengan kesaksian Kepala Bagian Keuangan KONI Eny Purnawati.

"Saksi Ulum dan Arif memberi bantahan bahwa mereka tidak pernah datang ke KONI pusat dan tidak pernah menerima pemberian uang sejumlah total Rp 11,5 miliar sebagaimana keterangan saksi Eny dan Johnny terkait pemberian fee secara bertahap yang diterima Ulum dan Arif guna kepentingan Menpora RI seluruhnya sejumlah Rp 11,5 miliar," kata jaksa.




"Demikian juga saksi Imam Nahrawi yang membantah dirinya memerintahkan dan mengetahui terkait permintaan uang tersebut. Terkait bantahan yang diberikan saksi tersebut, menurut pendapat kami bantahan itu harus dikesampingkan dengan alasan, bahwa selain keterangan saksi tersebut hanya berdiri sendiri dan juga tidak didukung alat bukti sah lainnya, bantahan itu hanya merupakan pembelaan pribadi saksi agar tidak terjerat perkara ini," imbuh jaksa.

Jaksa mengatakan, keterangan Ulum berlawan dengan Johny E Awuy selaku Bendahara KONI saat itu pernah menyerahkan buku tabungan yang bertulis tangan nama Ulum. Johny disebut mentransfer uang Rp 50 juta kepada Ulum.

"Bahwa dari keterangan saksi-saksi dan alat bukti berupa buku tabungan atas nama Johny E Awuy beserta rekening korannya dan bukti berupa kartu ATM yang pernah disampaikan oleh Johny E Awuy atas sepengetahuan Ending Fuad Hamidy kepada Miftahul Ulum serta alat bukti elektronik berupa rekaman percakapan sebagaimana diuraikan diatas yang satu sama lain saling berkaitan, maka bantahan yang dilakukan saksi Miftahul Ulum, Arief Susanto dan Imam Nahrawi menjadi tidak relevan dan patutlah dikesampingkan," kata jaksa.

Jaksa menyebut adanya pemufakatan jahat yang dilakukan Ulum, Imam dan Arief Susanto dalam kasus tersebut.

"Bahkan menurut pandangan kami selaku penuntut umum dari adanya keterkaitan antara barang bukti satu dengan yang lainnya menunjukan adanya bukti dan fakta hukum tentang adanya keikutsertaan dari para saksi tersebut dalam suatu kejahatan yang termasuk kedalam pemufakatan jahat yang dilakukan secara diam-diam atau yang dikenal istilah sukzessive mittaterscraft," ucap jaksa.

Sebelumnya, Mulyana dituntut 7 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Mulyana diyakini jaksa bersalah menerima suap dari Ending Fuad Hamidy.

Staf Kemenpora Adhi Purnomo dan Eko Triyanta juga dituntut 5 tahun penjara, denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Adhi dan Eko diyakini jaksa bersalah menerima suap Rp 215 juta dari Ending Fuad Hamidy. Perbuatan pemberian suap yang dilakukan Hamidy bersama-sama dengan eks Bendahara KONI Johny E Awuy.

(fai/fdn)

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads