Jakarta - Kabar
tenaga kerja asing (TKA) asal China di Cianjur yang memiliki
e-KTP bikin heboh publik, apalagi saat nomor induk kependudukan (NIK)-nya muncul di daftar pemilih tetap (DPT)
Pemilu 2019. Kemendagri hingga KPU sudah angkat bicara, begini penjelasannya.
Awalnya, beredar foto identitas mirip e-KTP itu memang nyaris identik dengan e-KTP penduduk Indonesia yang kebanyakan memiliki nomor induk kependudukan (NIK). Yang membedakan adalah ada kolom kewarganegaraan dan masa berlaku yang tidak seumur hidup.
Di kolom alamat, diketahui TKA berinisial GC tersebut tinggal di Kelurahan Muka, Kecamatan Cianjur. Identitas mirip e-KTP itu sendiri dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Cianjur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Disnakertrans hingga Plt Bupati Cianjur kemudian menjelaskan awal mula penemuan hal itu. Kemendagri mengungkapkan bahwa WNA tidak haram memiliki e-KTP. Sementara itu, KPU melakukan penelusuran soal NIK TKA tersebut yang muncul di DPT pemilu dan telah mendapatkan hasilnya.
Begini penjelasan runut dari sengkarut tersebut:
1. Pemkab CianjurSekretaris Dinas (Sekdis) Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) membenarkan foto yang beredar di media sosial itu adalah identitas e-KTP yang dikeluarkan untuk TKA.
Heri menjelaskan saat itu hanya ada satu TKA yang menunjukkan identitas e-KTP tersebut. Menurutnya, pihaknya hanya melihat dari sisi ketenagakerjaannya.
"Beberapa waktu lalu, Kepala Dinas melakukan sidak ke sejumlah perusahaan sesuai dengan tupoksinya. Didampingi Kasatpol PP dan petugas PPNS, sidak dilakukan di Desa Cibokor, Kecamatan Cibeber," kata Heri Suparjo, Sekretaris Disnakertrans Cianjur, kepada
detikcom, Selasa (26/2/2019).
"Dinas saat itu hanya melihat kelengkapan dokumennya, terus dia memperlihatkan e-KTP, saya sendiri tidak ke lapangan, namun Bu Kadis memperlihatkan fotonya," lanjut dia.
Plt Bupati Cianjur Herman Suherman membenarkan informasi itu. Menurutnya, kepemilikan e-KTP bagi TKA sudah tercantum dalam Undang-Undang tentang Administrasi Kependudukan.
Kepemilikan e-KTP bagi TKA tidak sembarangan didapatkan dan memiliki surat tinggal tetap. UU yang dimaksud Herman terdapat pada Undang-Undang Nomor 24/2013 tentang Administrasi Kependudukan Pasal 63.
"Ada aturan dan ada undang-undangnya, tapi yang membedakan adalah adanya kolom kewarganegaraan. Saya juga belum mendapat informasi lengkapnya dari kadis, sifatnya juga sementara," singkat Herman.
2. UU AdmindukUU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan mengatur soal TKA dengan kondisi tertentu wajib punya e-KTP. Aturan itu ada di Pasal 63. Berikut ini bunyinya (UU ini menggunakan istilah KTP-el untuk e-KTP):
Pasal 63(1) Penduduk Warga Negara Indonesia dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap yang telah berumur 17 (tujuh belas) tahun atau telah kawinatau pernah kawin wajib memiliki KTP-el.(2) Dihapus.(3) KTP-el sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku secara nasional.(4) Orang Asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melaporkan perpanjangan masa berlaku atau mengganti KTP-el kepada Instansi Pelaksana paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum tanggal masa berlaku Izin Tinggal Tetap berakhir.(5) Penduduk yang telah memiliki KTP-el wajib membawanya pada saat bepergian.(6) Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya memiliki 1 (satu) KTP-el.3. Dirjen DukcapilDirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh mengatakan WNA tidak dilarang memiliki e-KTP karena sudah diatur dalam UU Administrasi dan Kependudukan (Adminduk). Syarat yang diberikan bagi WNA untuk mendapatkan e-KTP ketat.
"Pertama, mengenai yang sedang viral, adanya tenaga kerja asing atau WNA yang memiliki KTP elektronik, ini yang perlu saya sampaikan bahwa WNA yang sudah memenuhi syarat dan memiliki izin tinggal tetap dapat memiliki KTP elektronik. Ini sesuai dengan UU Administrasi Kependudukan," ujar Zudan di Istana Kepresidenan, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (26/2/2019).
"Sehingga tidak haram WNA punya KTP elektronik. Syaratnya, ketat harus punya izin tinggal tetap yang diterbitkan dari Imigrasi," imbuh Zudan.
Syarat bagi WNA untuk mendapatkan e-KTP ketat. Mereka juga tidak diperbolehkan mencoblos saat Pemilu 2019.
"Di dalam KTP-nya ditulis dengan warga negara mana, misalnya Singapura, Malaysia, sehingga KTP elektronik itu tidak bisa digunakan untuk mencoblos, karena syarat untuk mencoblos adalah WNI," ujar Zudan.
4. Imigrasi Sukabumi Imigrasi Sukabumi pun mengungkapkan ada 111 warga negara asing (WNA) yang memegang e-KTP di wilayahnya. Tak ada aturan yang dilanggar, semua sesuai dengan undang-undang. Imigrasi Sukabumi melingkupi Kabupaten Cianjur serta Kota dan Kabupaten Sukabumi.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Sukabumi Nurudin menjelaskan warga negara asing (WNA) yang memiliki kartu tanda penduduk (KTP) tidak mempunyai hak memilih ataupun dipilih pada pemilihan umum (pemilu).
"Di wilayah hukum kami, jumlah WNA yang mempunyai KTP sebanyak 111 orang. Mereka sah memiliki identitas kependudukan tersebut karena sudah mempunyai kartu izin tinggal tetap (Kitap) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 Pasal 21 tentang Administrasi Kependudukan," kata Nurudin seperti dilansir
Antara, Selasa (26/2/2019).
5. KPU CianjurSalah satu fakta mengejutkan dari WNA China memiliki e-KTP ini adalah karena NIK WNA berinisial GC itu muncul di DPT Pemilu 2019. Namun NIK itu harus dimasukkan dengan nama seorang WNI berinisial Bahar.
KPU Kabupaten Cianjur mengakui adanya kesalahan saat input data NIK milik WNA asal China yang terdata di DPT. Komisioner KPU Cianjur Anggy Sophia Wardani menjelaskan pihaknya sudah berkomunikasi dengan Disdukcapil Cianjur berkaitan permasalahan tersebut.
"Secara bukti langsung di lapangan, nama Bahar ini memang ada. Alamat juga betul sesuai tercantum dalam data pemilih. Namun kesalahannya yang diinput itu data milik WNA asal China berinisial GC," ucap Anggy kepada awak media di kantor KPU Cianjur, Jalan Taifur Yusuf, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Selasa (26/2/2019).
"Pada prinsipnya, kita bukan memasukkan WNA agar menjadi pemilih, tapi
pure kesalahan input NIK-nya saja dalam data pemilih. WNA China tersebut tidak menjadi pemilih pada Pemilu 2019," sambungnya.
6. KPU PusatKomisioner KPU Viryan Aziz mengatakan data DPT Bahar itu berasal dari Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) Pilkada Serentak 2018. Setelah dilakukan pengecekan, NIK di e-KTP si Bahar berbeda dengan NIK di DP4. NIK yang ada di DP4 ternyata milik TKA berinisial GC.
"NIK-nya (Bahar) berbeda antara di KTP elektronik dengan di DP4. NIK GC di DP4 atas nama Bahar," kata Viryan di kantor KPU, Jl Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Selasa (26/2/2019).
"Jadi angkanya, setelah ditemui di rumahnya Bahar ini, NIK-nya (di DP4) pada angka ke 12 itu tertulis 7, di NIK-nya 2," sambungnya.
Viryan mengatakan DP4 Pilkada Serentak 2018 diserahkan oleh pemerintah ke KPU pada 15 November 2018. DP4 itulah yang kemudian menjadi dasar DPT sehingga NIK Bahar di DP4 (yang berbeda dengan NIK di e-KTP) masuk ke DPT.
Dengan demikian, masalahnya ada di perbedaan NIK Bahar (warga negara Indonesia) di e-KTP dengan DPT yang bersumber dari DP4 Pilkada 2018. Bahar tetap bisa mencoblos di Pemilu 2019, sementara GC (warga negara China) tidak bisa mencoblos.
"Poin pentingnya adalah Bapak GC dengan NIK ini tidak ada di DPT Pemilu 2019. Poin pentingnya itu," tegasnya.
7. BaharBahar mengaku bingung namanya muncul di aplikasi KPU RI dengan NIK milik warga negara asing (WNA) China berinisial GC. "Saya tinggal di sini sejak tahun 1996, tidak ada masalah soal NIK. Baru kali ini saja ada perbedaan, baru tahu setelah dikabari ketua RT pagi tadi," kata Bahar kepada
detikcom, Selasa (26/2/2019).
Bahar mendapat informasi NIK-nya mendadak disebut hilang oleh pihak RT yang menyampaikan ada kekeliruan dari pihak KPU. "Katanya NIK saya hilang, ada kekeliruan. Kalau kaitan
nyoblos tergantung orang-orang yang pintar, kalau buat saya disuruh
milih ya
milih. Kalau nggak ada panggilan, ya nggak," tutur Bahar.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini