Pantaskah Ribut Bertetangga Soal Penyempitan Jalan Sampai Dibui?

Pantaskah Ribut Bertetangga Soal Penyempitan Jalan Sampai Dibui?

Andi Saputra - detikNews
Selasa, 04 Sep 2018 08:40 WIB
Jalan dipersempit yang membuat ribut bertetangga (ibnu/detikcom)
Makassar - Pak RW Sudirman kini meringkuk di sel Polrestabes Makassar. Ia dilaporkan tetangganya terkait selisih penyempitan jalan akses ke rumah Pak RW. Tepatkan ribut-ribut bertetangga harus sampai masuk tahanan?

"Harusnya ada diskresi dari kepolisian bahwa tindak pidana ini tidak memiliki konsekuensi kejahatan besar, sehingga tidak perlu ditahan," kata anggota LBH Makassar, Wawan.


Akses jalan ke rumah Pak RW merupakan lorong selebar 2 meter dari Jalan Gajah, Makassar. Tapi, jalan itu menyempit menjadi 1 meter karena ada pembangunan gedung yang dibangun oleh tetangga Pak RW. Wakil Wali Kota Makassar Syamsu Rizal akan turun langsung memediasi warganya yang bertikai ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Saya siap turun langsung untuk memediasi mereka. Kita siap fasilitasi secara personal untuk mediasi mereka," kata Syamsu.

Syamsu mengatakan masalah bertetangga ini telah lama diikutinya, sebelum masuknya laporan ke polisi. Saat itu dia telah meminta Sudirman selaku pihak terlapor bermediasi dengan Subroto sebagai pihak pelapor.

"Lalu akhirnya keluarlah kata kata tidak enak. Secara teknis, karena kedua keluarga ini tidak menerima, maka dibawalah ke ranah hukum," terangnya.


Karena itu, dia meminta kepada seluruh masyarakat Makassar berpikir bijak saat sedang berkonflik dengan tetangga mereka. Masalah-masalah itu dapat diselesaikan dengan cara-cara kekeluargaan.

"Itu yang penting, bertetangga saling menghargai. (Konflik) hal yang biasa, tapi saling menghargai dan diselesaikan baik-baik," tegas Syamsu.

Kasat Reskrim Polres Makassar, Diari Astetika menyatakan terlapor ditahan bukan karena protes tapi karena adanya pengancaman yang dilakukan. Diari mengatakan bahwa mediasi sebaiknya dilakukan di luar kepolisian agar tidak menimbulkan kesan polisi turut ikut campur dalam kasus ini.

"Polisi bukan mediatorlah. Silahkah mereka melakukan mediasi nantinya," ujar Diari.


Pak RW dilaporkan atas dugaan melakukan perbuatan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 335 ayat 1 KUHP? Pasal itu dikenal masyarakat sebagai pasal 'perbuatan tidak menyenangkan'. Pasal itu lengkapnya berbunyi:

Barang siapa melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan, atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tidak menyenangkan, atau memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.

Pasal ini sempat ramai saat terjadi sengketa antara Jaksa Agung Hendarman Supandji Vs Yusril Ihza Mahendra. Kala itu, Yusril tiba-tiba dihalang-halangi keluar kantor Kejaksaan Agung (Kejagung). Pintu pagar dikunci dari dalam. Yusril dan pendukungnya adu mulut dengan staf Kejagung hingga bisa keluar area Kejagung.

Atas hal itu, Yusril melaporkan Hendarman Supandji ke Mabes Polri dengan pasal 'perbuatan tidak menyenangkan' tersebut. Mendapati laporan itu, Hendarman meradang dan menyebut Yusril mencari-cari kesalahan.

"Mana perbuatan saya itu? Kalau saya bilang itu pasal gregetan, pasal sampah. Kalau dicari-cari enggak ketemu, berikan pasal 335," ujar Hendarman pada 5 Juli 2010.

Jaksa Agung yang menyebut Pasal 351 sebagai pasal sampah, membuat Yusril naik pitam. Yusril menilai pernyataan Hendarman sama saja menghina hukum.

"Saya heran mengapa Jaksa Agung Hendarman menjadi panik seperti orang kebakaran jenggot menanggapi situasi yang berkembang sekarang. Aneh juga Jaksa Agung bisa mengatakan pasal 335 KUHP pasal sampah. Ini menghina hukum yang berlaku di negara ini," kata Yusril.


Belakangan, Pasal 351 KUHP itu digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hasilnya, MK memutuskan frase 'perbuatan tidak menyenangkan' inkonstitusional dan tidak memberlakukannya.

MK berpendapat frasa 'perbuatan tidak menyenangkan' dalam pasal 335 KUHP sangatlah tidak mengikat hukum. Menurutnya, perbuatan tidak menyenangkan tidak dapat diukur.

"Sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, tidak dapat diukur secara objektif. Seandainya pun dapat diukur maka ukuran tersebut sangatlah subjektif dan hanya berdasarkan atas penilaian korban, para penyidik, dan penuntut umum semata," ucap hakim konstitusi Hamdan Zoelva. (asp/dkp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads