Kasus 'remeh-temeh' bertetangga di atas bukan hal baru. Dalam catatan detikcom, Minggu (2/9/2018), kasus serupa kerap terjadi. Seperti di Pekanbaru, seorang bidan, Susanti, harus berurusan dengan pengadilan karena masalah pagar seng. Bahkan telah sampai ke pengadilan tertinggi, Mahkamah Agung (MA).
Kisah ini bermula saat Susanti merasa terganggu ulah tetangganya Wan Syamsul Herman yang membuat pagar seng di depan rumahnya. Syamsul memagari tanahnya dengan seng dan kayu seadanya. Pemagaran ini dinilai menganggu mata pencaharian Susanti.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada Februari 2009, PN Pekanbaru menjatuhkan vonis 8 bulan dengan masa percobaan 15 bulan. Putusan ini bertahan hingga kasasi MA.
Hal serupa juga terjadi di Sumenep, Jawa Timur. dr Noer Muh Mujib Sp.PD bertengkar dengan tetangganya, Hu Sunjan. Mereka tinggal bertetangga di Jalan Kamboja No 13 Pejagalan. Posisi rumah Hu Sunjan berada di tepi jalan, sedangkan rumah dokter Mujib di belakangnya.
Hu Sunjan kadang menutupi jalan kecil ke rumah dokter spesialis penyakit dalam itu dengan tong sampah atau kerikil sehingga pasien tidak nyaman ke rumah dokter. Sunjan juga menyebar cerita miring tetangganya itu.
Tidak terima, maka sang dokter mengirimkan pesan pendek lewat ponsel pada 23 April 2008 yang meminta Hu Sunjan menghentikan upaya menghasut tersebut.
Mendapat SMS ini, Hu Sunjan lalu melaporkan ke Polres Sumenenp dan Mujib pun diproses secara hukum. Pada 10 Maret 2010, Pengadilan Negeri (PN) Sumenep membebaskan Mujib dari seluruh dakwaan. Tapi JPU ngotot dan melayangkan kasasi ke MA. MA menolak kemauan jaksa itu.
Di Bali, kasus ini juga pernah terjadi. Kisah hukum bambu ini berawal pada April 2009 saat Ketut Caraka mengambil bambu ampel. Lalu pada 2 Mei 2009 sekitar pukul 15.00 WITA, Ketut Caraka menyuruh istrinya Ketut Pani untuk mengambil bambu yang sudah ditebang itu.
Ketut Sukadana, tetangga Ketut, tiba-tiba mengaku sebagai pemilik bambu merasa dirugikan sebesar Rp 100 ribu. Dia pun membawa pasutri itu ke meja hijau. Bahkan kedua petani ini sempat merasakan penjara selama 27 hari.
Pengadilan Negeri (PN) Singaraja, Bali, menghukum pasutri itu dengan hukuman penjara 1,5 bulan. Sepasang petani ini banding dan dikabulkan majelis hakim PT Denpasar dengan membebaskan mereka. Tak terima, jaksa kasasi. MA memutus dengan membebaskan keduanya pada 6 Maret 2012 lalu.
Bila kasus-kasus kecil semua dipenjara, lalu bagaimana dengan problem over kapasitas?
Halaman 2 dari 3
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini