Tolak Penjarakan Nenek, Majelis Hakim Pilih Jatuhkan Hukuman Denda

Tolak Penjarakan Nenek, Majelis Hakim Pilih Jatuhkan Hukuman Denda

Andi Saputra - detikNews
Jumat, 01 Apr 2016 12:16 WIB
ilustrasi (dok.detikcom)
Medan - Hukum pidana di Indonesia identik dengan penjara. Dari soal pencemaran nama baik, perbuatan tidak menyenangkan hingga pembunuhan berencana, umumnya tersangka langsung dikirim ke bui. Akibatnya penjara penuh sesak dan malah menjadi "sekolah kejahatan", bukan pemasyarakatan. Namun adagium itu tidak terjadi di Kabupaten Karo, Sumatera Utara.

Cerita dari Karo tersebut bermula saat nenek Relta Boru Tarigan memagar areal ladangnya di Desa Munte Kecamatan Munte Kabupaten Karo pada 10 September 2015 sore. Akibat pemagaran menggunakan dahan pohon kedondong ini memutus jalan ke pekarangan sebelahnya yang dimiliki oleh Malem Kita Ginting.Β  Malem pun tidak terima dan mencabuti pagar tersebut.

Relta yang berusia 64 tahun berteriak serta mencaci maki Malem karena mencabuti pagar itu. Terjadilah percekcokan di antara kedua nenek-nenek itu. Malem yang terdesak memilih meninggalkan lokasi. Relta yang masih diselimuti amarah lalu mengayunkan parang ke punggung Malem sehingga punggung Malem lecet-lecet. Dibantu saudaranya, Malem ke puskesmas untuk berobat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ternyata keesokan harinya Malem melaporkan apa yang dialaminya ke aparat kepolisian. Relta lalu diproses secara hukum. Jaksa mendudukkan nenek Relta di kursi pesakitan dengan dakwaan Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan. Pasal 351 ayat 1 berbunyi:

Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp 4.500

Setelah pembuktian, jaksa menutut nenek Relta selama 1 tahun penjara. Majelis hakim yang terdiri dari Fhytta Imelda Sipayung, Raditya Yuri Purba serta Rizkiansyah kaget dengan tuntutan yang cukup berat tersebut. Setelah dipertimbangkan masak-masak, majelis Pengadilan Negeri (PN) Kabanjahe menolak memenjarakan nenek Relta.

"Menjatuhkan pidana denda terhadap Terdakwa Relta Boru Tarigan dalam tindak pidana penganiayaan. Menjatuhkan denda sejumlah Rp 2.500.000 (dua juta lima ratus ribu rupiah), dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan," putus majelis sebagaimana dilansir website Mahkamah Agung (MA), Jumat (1/4/2016).

Vonis di atas sesuai dengan Pasal 351 1 ayat (1) yang memberikan pilihan kepada hakim, bahwa pidana penganiayaan bisa dipidana penjara atau denda. Majelis PN Kabanjahe lebih memilih menjatuhkan denda, daripada mengirim nenek itu ke penjara. Dalam pertimbangannya, majelis menyatakan bahwa pada pokoknya pidana denda merupakan sarana pemidanaan yang tepat digunakan dalam mengadili pidana tersebut, dengan memperhatikan keadaan-keadaan sosial pada diri terdakwa dan korban. Di antaranya usia terdakwa yang berusia lanjut.

"Pilihan pidana denda juga disebutkan sebagai sarana pemidanaan yang efektif sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 tahun 2012," ucap majelis dalam sidang yang dibacakan pada 3 Maret 2016. (asp/nrl)



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads