detikcom menyambangi gazebo wayang kulit di lokasi Festival Indonesia ketiga di Taman Krasnaya Presnya, Moskow, Rusia, Sabtu (4/8/2018). Letak gazebo ini di ujung taman, namun banyak warga yang datang untuk melihat workshop wayang kulit yang dibawakan dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Ki Dalang Dr Eddy Pursubaryanto.
Kursi-kursi terisi penuh, bahkan banyak orang yang terpaksa berdiri di luar booth untuk melihat workshop wayang kulit. Dibantu penerjemah, dalang Eddy dengan sabar menjelaskan kepada para peserta hal-hal dasar soal bagaimana menikmati pertunjukan wayang kulit, seperti apa sejarahnya dan lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Usai workshop, dalang Eddy pun memulai pertunjukan wayangnya. Dia memainkan cerita The Fall of King Baka atau Jatuhnya Prabu Baka. Cerita ini menurutnya menggambarkan penindasan manusia atas manusia.
"Saya mengambil tema yang universal saja, bahwa penindasan manusia atas manusia itu sampai sekarang masih ada. Itu nggak bisa dibiarkan," kata Eddy saat bercerita kepada detikcom sebelum memulai workshop dan pertunjukan wayang kulit.
![]() |
Eddy menceritakan, lakon Jatuhnya Prabu Baka diambil dari epik The Mahabharata. Epik ini menceritakan perjalanan dan konflik antara dua keluarga besar yaitu Pandawa dan Kurawa. Lakon ini merupakan bagian dari episode ketika para Pandawa dan Dewi Kunthi-ibu dari para Pandawa- sedang menjalani hukuman pembuangan di hutan Kamiaka selama 12 tahun. Hukuman itu sebagai akibat para Pandawa kalah dalam taruhan judi dengan keluarga Kurawa.
Keluarga Pandawa terdiri dari lima bersaudara yaitu Puntadewa, Bratasena, Permadi, Pinten dan Tangsen. Dalam lakon ini diceritakan, para Pandawa dan Dewi Kunthi mendengar bahwa kawula Desa Giri Liman sedang menghadapi masalah besar. Desa ini adalah bagian dari kerajaan Giripurwa yang dipimpin oleh seorang raja bernama Prabu Baka. Raja ini digambarkan bengis dan suka menyantap manusia bahkan warga kerajaannya sendiri.
Menurut tetua Desa Giri Liman bernama Demang Wijrapa, sepekan sekali manusia harus diserahkan untuk jadi santapan Prabu Baka. Ketika tiba giliran Demang Wijrapa harus menyerahkan putranya bernama Bambang Rawan, Bratasena bersedia mengorbankan diri jadi santapan Prabu Baka. Singkat cerita Prabu Baka malah tewas di tangan Bratasena.
Saat dalang Eddy mulai memainkan lakon tersebut, gerimis turun. Para penonton yang berada di luar gazebo tetap bertahan, malah makin ramai. Tidak lama berselang curah hujan makin tinggi, namun para penonton di luar gazebo bergeming meski kehujanan. Hanya satu dua orang yang mencari tempat perlindungan, sisanya rela berbasah-basahan.
Beberapa penonton menyaksikan lakon yang dimainkan dalang Eddy sambil mengenakan payung. Beberapa orang lainnya menonton sambil berlindung di bawah terpal penutup gazebo. Mereka fokus menyaksikan pertunjukan. Suara dalang Eddy terdengar bersemangat memainkan lakon, padu dengan suara sinden dan musik gamelan yang mengiringi.
![]() |
Untungnya hujan tidak berlangsung lama. Dalang Eddy dan rekan-rekannya diganjar tepuk tangan riuh para penonton usai pertunjukan. Semua tampak puas.
Ditanya soal tingginya antusiasme warga Rusia terhadap wayang kulit, Duta Besar Republik Indonesia untuk Federasi Rusia merangkap Republik Belarus M Wahid Supriyadi, mengaku tak heran. Menurutnya, warga Rusia, khususnya Moskow, sangat mencintai seni. Wayang kulit selalu ditunggu-tunggu dalam Festival Indonesia sebelumnya.
"Warga di sini itu menyukai yang klasik. Seni-seni klasik mereka suka. Teater-teater di sini itu kan klasik. Hari terakhir Festival Indonesia waktu itu orang nggak bergeser itu dari panggung utama. Pasti nunggu mereka," ucapnya.
Di akhir Festival Indonesia besok, Minggu (5/8) besok, wayang kulit akan dipentaskan di panggung utama. Dubes Wahid memprediksi pertunjukan ini akan ramai dipadati penonton. (hri/rna)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini