Konflik agraria dan lingkungan masih menjadi isu utama di Provinsi Riau. Dalam upaya penegakan hukum, Polda Riau berkomitmen melakukan tindakan secara humanis dan berkeadilan, melalui pendekatan budaya dan lingkungan.
Hal ini disampaikan oleh Kapolda Riau Irjen Pol Herry Heryawan saat membuka penelitian dan kajian implementasi HAM di Polda Riau yang dilaksanakan oleh Divisi Hukum Polri. Irjen Pol Herry Heryawan menyampaikan pendekatan yang dilakukan Polda Riau adalah dengan melakukan pendekatan budaya dan lingkungan.
"Isu agraria dan sumber daya alam sering menyentuh aspek ekonomi, sosial dan budaya. Pendekatan yang dilakukan Polda Riau ada dua: pendekatan budaya dan lingkungan. Pendekatan lingkungan adalah pendekatan berbasis dampak masalah. Masalah yang terjadi di sini 80% adalah masalah lingkungan," jelas Irjen Herry Heryawan di Mapolda Riau, Kota Pekanbaru, Selasa (4/11/2025).
Menurut Kapolda Riau, setiap kebijakan kepolisian harus sejalan dengan konstitusi dan, yang terpenting, rasa keadilan kepada masyarakat. Kapolda kemudian memaparkan konsep Green Policing yang diusung Polda Riau sebagai tatanan konsep yang memberikan keadilan kepada alam dan lingkungan.
"Konsep ini beririsan erat dengan prinsip 'Democratic Policing' yang menjadi panduan Polri, yang meliputi empat dimensi kunci, yaitu pelayanan publik yang maksimal, akuntabel dan memperhatikan Hak Asasi Manusia (HAM), serta penegakan Hukum dengan berkeadilan," jelasnya.
Green Policing, kata dia, adalah sebuah tools atau pendekatan yang dilakukan oleh Polda Riau, yang tak hanya mengedepankan penegakan hukum, tetapi juga berkolaborasi dengan masyarakat dan pemerintah daerah untuk memberikan keadilan bagi alam dan lingkungan. Hal ini relevan dengan kondisi permasalahan di Riau, yang 80 persennya adalah masalah lingkungan dan konflik agraria.
Kapolda Riau menyoroti bahwa isu agraria dan sumber daya alam di Riau sering menyentuh aspek ekonomi, sosial, dan budaya, di mana 80% masalah yang terjadi adalah masalah lingkungan. Oleh karena itu, Polda Riau menerapkan dua pendekatan utama: Pendekatan Budaya dan Pendekatan Lingkungan. Pendekatan ini diwujudkan dalam tagline khas Polda Riau: "Melindungi Tuah, Menjaga Marwah."
"Tuah itu harus kita jaga agar citra kita tidak jelek, untuk institusi kita buat lebih bagus. Ini bukan hanya menjaga kehormatan, bukan hanya melalui keberanian kita bertindak, tetapi melalui kebijaksanaan keadilan dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia," tegas Kapolda Riau.
Sebagai contoh konkret, penanganan kasus di Kawasan Nasional Tesso Nilo di Kabupaten Pelalawan menjadi pembelajaran penting. Polda Riau mengedepankan kolaborasi dengan Satgas PKH, menerapkan prinsip non-kekerasan dan dialog partisipatif. Pengamanan dilakukan secara preventif tanpa penempatan aparat yang berhadapan langsung, sebuah strategi yang menjadi atensi khusus Presiden.
Melalui komitmen Green Policing ini, diharapkan akan muncul rekomendasi kebijakan yang kuat dan peningkatan kapasitas personel, memastikan bahwa setiap tindakan penegakan hukum di Riau senantiasa berlandaskan keadilan, kemanusiaan, dan kelestarian alam.
Dalam pemaparannya, Kapolda juga menyampaikan diseminasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP Nasional menjadi momentum penting. Kapolda Riau menekankan bahwa diseminasi ini bertujuan untuk menyesuaikan praktik penegakan hukum dengan semangat Restorative Justice dan pendekatan humanis, sejalan dengan transformasi Polri yang lebih Presisi.
KUHP baru membawa sejumlah penegasan penting yang sangat relevan dengan isu-isu sensitif di Riau, antara lain, penguatan Restorative Justice, perlindungan hak atas tanah dan lingkungan, serta sanksi alternatif bagi pelaku tindak pidana ringan, khususnya dalam konflik agraria.
Dalam sambutannya, Karobankum Divkum Polri Brigjen Pol Veris Septiansyah yang mewakili Kadivkum Polri, menyampaikan kajian permasalahan HAM ini bertujuan untuk menggali informasi dan mendalami peran Polri dalam penanganan konflik agraria dan sumber daya alam, antara lain yaitu, mengidentifikasi prosedur dan kebijakan penyelidikan serta penyidikan dalam menangani konflik agraria dan SDA, termasuk kesesuaiannya dengan prinsip-prinsip HAM.
"Lalu mengevaluasi penggunaan kekuatan oleh satuan Brimob, Dalmas, dan satuan pengendali massa dalam pengamanan konflik, agar tetap memperhatikan proporsionalitas, akuntabilitas, dan perlindungan HAM," kata Brigjen Veris.
Penelitian dan kajian ini juga dilakukan guna menelusuri pendekatan preventif oleh fungsi Binmas dan Intelijen dalam deteksi dini, pemetaan potensi konflik, dan mediasi sebelum terjadi kekerasan terbuka dan Mengidentifikasi praktik baik serta hambatan struktural dan kultural dalam penanganan konflik agraria dan SDA.
"Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan berharga bagi peningkatan profesionalisme Polri, serta memastikan bahwa setiap tindakan kepolisian senantiasa menghormati dan melindungi hak asasi manusia," pungkasnya.
(mea/imk)