Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) pada September 2022, menetapkan Indonesia sebagai negara kelima ASEAN yang memiliki kerangka perlindungan data pribadi. Publik memperdebatkan apakah kasus kebocoran data pribadi secara masif oleh seorang hacker bernama Bjorka sebelumnya telah mempercepat pengesahan UU PDP. Kebocoran 1,3 miliar data registrasi kartu SIM pada akhir Agustus 2022 telah mengekspos data para pengguna, termasuk di antaranya nomor induk kependudukan dan nomor telepon. Meskipun peristiwa ini bukan peretasan masif yang pertama di Indonesia, namun hal tersebut telah memicu atensi yang begitu besar dari masyarakat.
Reformasi di bidang data governance untuk pemerintah dan organisasi non-pemerintahan tengah dalam proses, namun literasi dan keamanan digital masih harus menjadi perhatian. Menurut Indeks Literasi Digital 2021, Indonesia mencatatkan skor sebesar 3.49 dari skala 5, sedikit meningkat jika dibandingkan dengan 2020. Namun, menurut Economist Intelligence Unit, tingkat literasi digital Indonesia masih cenderung rendah, yaitu menduduki peringkat ke-61 dari 100 negara terkait tingkat pendidikan dan kesiapan dalam menggunakan internet. Dengan demikian, masih diperlukan upaya untuk menyeimbangkan inklusi digital, perlindungan data, dan literasi digital, mengingat masih kurangnya kesadaran masyarakat Indonesia terhadap pentingnya melindungi data pribadi mereka dan keluarga di dunia maya.
Digitalisasi Keuangan
Di tengah meningkatnya risiko resesi global, pemerintah meyakini bahwa keuangan digital akan berperan besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang tangguh dan menciptakan stabilitas ekonomi. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperkirakan bahwa ekonomi digital Indonesia akan tumbuh hingga US$130 miliar pada 2025, salah satunya dipengaruhi oleh adopsi layanan keuangan digital.
Untuk mendukung tujuan ini, OJK bersama Bank Indonesia (BI) menyelenggarakan 4th Indonesia Fintech Summit (IFS) pada November 2022. Mengambil tema "Moving Forward Together: The Role of Digital Finance and Fintech in Promoting Resilient Economic Growth and Financial Stability", acara ini mendiskusikan bagaimana layanan keuangan digital atau teknologi finansial (fintech) dapat mengakselerasi pemulihan ekonomi pascapandemi. Forum tersebut sepakat bahwa sinergi antara pemerintah, asosiasi, dan pelaku merupakan kunci penting untuk mencapai resiliensi ekonomi dan stabilitas keuangan.
Upaya yang seimbang dari sisi supply dan demand diperlukan untuk memperkuat sektor ekonomi digital. Pada sisi supply, OJK tengah berkolaborasi dengan seluruh elemen ekosistem ekonomi digital. Infrastruktur seperti eKYC (electronic Know Your Customer), tanda tangan elektronik, identifikasi digital dan perangkat keamanan siber harus diperkuat untuk meningkatkan tata kelola dan tingkat keamanan dalam transaksi digital. Pada sisi demand, masyarakat perlu mendapatkan edukasi literasi keuangan digital. Hal ini diperlukan agar mereka dapat mengerti keuntungan dan risiko dalam bertransaksi melalui produk dan layanan keuangan digital, khususnya dalam momen akhir tahun yang diperkirakan mengalami lonjakan transaksi.
OJK berkomitmen penuh untuk mendorong peningkatan literasi keuangan nasional dan literasi digital dengan mencanangkan lima program unggulan. Program tersebut menawarkan produk dan layanan keuangan untuk para pelanggan dari segmen yang berbeda, termasuk di antaranya masyarakat di daerah, pelajar, generasi muda, dan UMKM. Mereka juga menginisiasi tiga inovasi untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap keuangan digital pada momen Bulan Inklusi Keuangan yang jatuh pada Oktober. Inovasi tersebut adalah Modul Literasi Keuangan Digital, Teknologi Chatbot Bantuan Pelanggan untuk merespons pertanyaan pelanggan, SupTech dan RegTech Capacity Building untuk mempercepat digitalisasi serta mengoptimalkan efektivitas dari pengawasan dan perizinan terintegrasi berbasis IT.
Cetak biru (blueprint) ekonomi nasional BI juga didasarkan pada empat pilar, yakni integrasi ekonomi keuangan digital, mendukung digitalisasi perbankan, memastikan teknologi keuangan dan perbankan selaras dengan inovasi dan risiko sistem pembayaran, serta mendorong sistem transaksi digital untuk mempercepat ekonomi keuangan digital.
Kepercayaan pada Teknologi
Digitalisasi dapat tercapai apabila disertai dengan kepercayaan. Pelanggan harus memiliki keyakinan terhadap keamanan, privasi, dan perlindungan data, serta memahami pentingnya personal data hygiene. Walaupun demikian, pemerintah dan pelaku industri memiliki tugas besar untuk memenangkan kepercayaan masyarakat dalam mengelola data.
AI membantu institusi perbankan dan keuangan untuk mengimplementasikan kebijakan digital customer onboarding dan perlindungan data pelanggan digital yang aman serta sesuai dengan peraturan. Termasuk kelayakan manajemen risiko yang tepat dan kepatuhan terhadap regulasi dalam menghadapi serangan kriminal yang semakin canggih. Regulator seperti OJK dan AFPI telah memperkenalkan regulasi untuk berbagai proses eKYC dan eKYB (electronic Know Your Business) untuk mencegah dan mengidentifikasi tindak pencucian uang dan pendanaan terorisme, serta meminimalisasi risiko pencurian identitas dan penipuan.
Upaya Menyeluruh dari Industri
Menurut survei "Persepsi Masyarakat tentang Pemerataan Akses Digital di Indonesia" yang dilakukan oleh lembaga survei INDIKATOR, sebesar 42,4 persen pengguna aplikasi digital ragu atau bahkan merasa tidak terjamin kerahasiaan data pribadi mereka pada aplikasi tersebut.
Semua pihak, baik perbankan, lembaga keuangan, regulator, mitra industri, penyedia layanan, dan pelanggan perlu mengambil bagian untuk menciptakan dunia dengan perlindungan data yang aman serta membangun kepercayaan konsumen. Lebih lanjut, manajemen data, keamanan, dan kepatuhan di sepanjang customer journey harus menjadi perhatian penting bagi lembaga keuangan. AI, big data, dan machine learning dapat mendigitalisasi dan mengotomasi banyak dari proses ini ke tingkat akurasi yang lebih tinggi, menurunkan biaya dan penggunaan sumber daya, sekaligus untuk mencegah ancaman terhadap reputasi.
Pemangku kepentingan dapat bermitra dengan perusahaan teknologi yang memiliki keahlian dan teknologi yang diperlukan. Hal ini adalah upaya untuk memanfaatkan peluang digitalisasi, sembari memastikan keseimbangan antara inklusi keuangan dan digital serta perlindungan konsumen.
Ronald Molenaar Indonesia Country Manager ADVANCE.AI
Simak juga 'Ini Sanksi yang Diberatkan Jika Melanggar UU PDP':
(mmu/mmu)