Militer Israel mengumumkan pengunduran diri kepala unit intelijen elite, Brigadir Jenderal Yossi Sariel, dari jabatannya karena kegagalan mencegah serangan mematikan Hamas pada 7 Oktober tahun lalu, yang menewaskan sekitar 1.200 orang, yang sebagian besar warga sipil.
"Komandan Unit 8200, (Brigadir Jenderal) Yossi Sariel, telah memberitahu komandan-komandannya dan bawahannya tentang niatnya untuk mengakhiri jabatannya," sebut militer Israel dalam pernyataannya, seperti dilansir AFP dan Al Arabiya, Jumat (13/9/2024).
"Perwira tersebut akan menyelesaikan perannya dalam waktu dekat," imbuh militer Israel, tanpa menyebut tanggal pasti pengunduran diri Sariel.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Unit 8200 yang merupakan unit intelijen elite pada militer Israel, dikenal bergengsi dan penuh kerahasiaan dalam tugasnya memecahkan kode dan menganalisis penyadapan dan sinyal intelijen lainnya.
Setelah serangan Hamas pada 7 Oktober yang mengejutkan Israel, Direktorat Intelijen Militer Tel Aviv dilanda krisis yang menyebabkan komandan tertingginya, Mayor Jenderal Aharon Haliva, mengumumkan pengunduran dirinya pada April lalu.
Militer Israel pada saat itu mengatakan bahwa Haliva telah meminta untuk diberhentikan dari tugasnya karena kegagalan direktorat yang dipimpinnya dalam mencegah serangan Hamas tahun lalu.
Media-media Israel, pada Kamis (12/9), mempublikasikan salinan surat pengunduran diri Sariel yang di dalamnya berisi permintaan "pengampunan" karena "tidak memenuhi misi yang dipercayakan kepada kami" pada 7 Oktober 2023.
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
Namun pada Juli lalu, televisi lokal Israel, Kan, mengungkapkan adanya laporan intelijen yang disiapkan oleh Unit 8200 pada September 2023 yang memperingatkan para pejabat militer Tel Aviv soal persiapan Hamas untuk serangan tersebut.
Laporan mKanenyebut dokumen Unit 8200 itu mencakup informasi detail soal pelatihan para petempur elite Hamas untuk melakukan penyanderaan dan rencana-rencana penyerbuan terhadap posisi militer dan komunitas Israel di bagian selatan negara tersebut, yang berbatasan dengan Jalur Gaza.
Menurut penghitungan AFP berdasarkan data resmi pemerintah Israel, serangan Hamas pada 7 Oktober tahun lalu menewaskan lebih dari 1.205 orang, yang kebanyakan warga sipil. Angka itu termasuk para sandera yang tewas dalam penahanan di Jalur Gaza.
Rentetan serangan militer Israel terhadap Jalur Gaza, untuk membalas Hamas, dilaporkan oleh otoritas kesehatan Gaza yang dikuasai Gaza telah menewaskan sedikitnya 41.118 orang. Kantor hak asasi manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyebut sebagian besar korban tewas di Jalur Gaza adalah perempuan dan anak-anak.
Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu berulang kali menolak untuk membuka penyelidikan resmi terhadap serangan 7 Oktober hingga perang melawan Hamas di Jalur Gaza selesai.