Kepala intelijen militer Israel, Mayor Jenderal Aharon Haliva, yang akan mengakhiri jabatannya mengaku bertanggung jawab atas kegagalan negaranya dalam mempertahankan keamanan di perbatasan pada 7 Oktober 2023 saat serangan mematikan Hamas terjadi.
Seperti dilansir Reuters, Kamis (22/8/2024), pengakuan itu disampaikan Haliva saat berpidato dalam seremoni pengunduran dirinya yang digelar pada Rabu (21/8) waktu setempat.
Haliva yang seorang veteran militer Israel selama 38 tahun ini mengumumkan pengunduran dirinya pada April lalu. Dia merupakan salah satu dari sejumlah komandan senior Israel yang mengakui telah gagal memprediksi dan mencegah serangan paling mematikan dalam sejarah Israel tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kegagalan korps intelijen adalah kesalahan saya," ucap Haliva dalam pidatonya.
Dia kemudian menyerukan dilakukannya penyelidikan nasional "untuk mempelajari" dan "memahami secara mendalam" alasan-alasan yang memicu perang antara Israel dan Hamas, yang kini sudah berlangsung lebih dari 10 bulan.
Serangan mengejutkan Hamas pada 7 Oktober tahun lalu telah sangat mencoreng reputasi militer dan badan intelijen Israel, yang sebelumnya dipandang tidak terkalahkan oleh kelompok bersenjata Palestina, termasuk Hamas.
Pada dini hari pada 7 Oktober tahun lalu, diawali dengan rentetan serangan roket besar-besaran, ribuan petempur Hamas dan kelompok militan lainnya menerobos pembatas keamanan di sekitar Jalur Gaza dan mengamuk di area-area komunitas Yahudi di selatan Israel.
Serangan Hamas itu mengejutkan pasukan keamanan Israel.
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
Dengan puluhan sandera dibebaskan selama kesepakatan gencatan senjata singkat pada November tahun lalu, militer Israel meyakini saat ini masih ada sekitar 109 sandera yang ditahan di Jalur Gaza, dengan sepertiganya diperkirakan sudah tewas.
Panglima Angkatan Bersenjata Israel, Letnan Jenderal Herzi Halevi, dan kepala badan intelijen dalam negeri Shin Bet, Ronen Bar, juga telah mengaku bertanggung jawab atas kegagalan mencegah serangan Hamas. Namun keduanya masih tetap menjabat saat perang terus berkecamuk di Jalur Gaza.
Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu, awal bulan ini, menyampaikan permintaan maaf atas serangan mematikan Hamas terhadap negaranya.
Permintaan maaf itu disampaikan Netanyahu dalam wawancara dengan majalah terkemuka TIME, setelah sebelumnya dia menolak untuk meminta maaf atas kegagalan keamanan saat serangan terburuk itu melanda Israel.
"Tentu saja, tentu saja. Saya meminta maaf, sedalam-dalamnya, bahwa hal seperti ini terjadi. Dan Anda selalu melihat ke belakang dan berkata, 'Bisakah kita melakukan hal-hal yang bisa mencegahnya?'" katanya.
Namun dalam pernyataannya itu, Netanyahu tidak secara eksplisit mengklaim tanggung jawab atas terjadinya serangan mematikan Hamas tersebut.