Salah satu pesawat maskapai nasional Sri Lanka, SriLankan Airlines, terpaksa dikandangkan (grounded) selama tiga hari akibat keberadaan seekor tikus di dalamnya. Insiden itu sempat memicu penundaan penerbangan yang kacau dan membuat khawatir para investor bagi maskapai penerbangan yang kekurangan bujet tersebut.
Seperti dilansir AFP, Selasa (27/2/2024), hewan pengerat itu terdeteksi di dalam penerbangan SriLankan Airlines, dengan pesawat jenis Airbus A330, yang mengudara dari kota Lahore, Pakistan, pada Kamis (22/2) pekan lalu.
Hal itu langsung memicu perburuan di seluruh bagian pesawat untuk memastikan hewan pengerat itu tidak menggigiti komponen-komponen penting di pesawat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seorang pejabat maskapai SriLankan Airlines, yang menolak disebut namanya, menyatakan pada Selasa (27/2) waktu setempat bahwa pesawat yang di-grounded itu telah kembali beroperasi. Namun, lanjutnya, langkah grounding terhadap pesawat itu berdampak pada keseluruhan jadwal penerbangan.
"Pesawat itu di-grounded selama tiga hari di Kolombo," ungkap pejabat maskapai tersebut.
"Pesawat tidak bisa diterbangkan tanpa memastikan bahwa tikus itu memang ada. Tikus itu ditemukan sudah mati," imbuhnya.
Maskapai penerbangan SriLankan Airlines yang merupakan milik negara, telah mengalami kerugian lebih dari US$ 1,8 miliar hingga akhir Maret 2023. Maskapai itu memiliki tiga pesawat yang di-grounded selama lebih dari setahun, dari total 23 armada yang dimilikinya.
Simak berita selengkapnya di halaman selanjutnya.
Maskapai ini tidak memiliki devisa untuk membayar perombakan wajib terhadap mesin-mesin pesawat.
Menteri Penerbangan Sri Lanka, Nimal Siripala del Silva, menuturkan kepada wartawan setempat bahwa hewan pengerat itu mungkin menakut-nakuti "sedikit investor" yang tertarik untuk mengambil-alih maskapai penerbangan yang terlilit utang.
Pemerintahan Sri Lanka selama beberapa tahun terakhir berupaya menjualnya, namun tidak berhasil. Pemerintahan sebelumnya menawarkan maskapai ini dengan harga satu dolar Amerika, tapi tidak ada peminatnya.
Dana Moneter Internasional (IMF), yang memberikan dana talangan (bailout) kepada Sri Lanka tahun lalu sebesar US$ 2,9 miliar selama empat tahun, telah menekankan bahwa badan usaha milik negara itu menjadi beban berat bagi anggaran nasional.