Setelah sempat membantah, pemerintah Rusia akhirnya mengakui pasukannya memang melancarkan serangan rudal ke kota Odesa, Ukraina. Rusia menyatakan serangan rudal jelajahnya itu mengenai infrastruktur militer di Odesa dan pasokan senjata Barat.
Dilansir dari media CNN, Senin (25/7/2022), serangan Rusia itu terjadi kurang dari 24 jam setelah penandatanganan kesepakatan untuk melanjutkan kembali ekspor biji gandum dari pelabuhan di Odesa. Turki yang membantu menjadi mediator kesepakatan Rusia-Ukraina itu sebelumnya menyatakan pihaknya telah menerima jaminan dari Moskow bahwa pasukan Rusia tidak bertanggung jawab atas serangan rudal jelajah itu.
Pelabuhan utama yang disebutkan dalam kesepakatan itu hancur ketika dua rudal Kalibr Rusia yang diluncurkan dari laut menghantam pelabuhan di Odesa tersebut. Petugas pemadam kebakaran bergegas ke pelabuhan untuk memadamkan api di beberapa kapal yang terbakar. Menurut pejabat-pejabat Ukraina, satu pekerja pelabuhan terluka.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kerusakannya bisa saja jauh lebih buruk jika dua rudal lainnya tak berhasil ditembak jatuh oleh sistem pertahanan udara Ukraina.
Kementerian Pertahanan Rusia pada Minggu (24/7) waktu setempat mengakui serangannya ke Odesa telah menghancurkan sebuah kapal militer Ukraina dan persenjataan yang dipasok oleh Amerika Serikat (AS).
"Rudal-rudal jarak jauh dengan presisi tinggi dari lautan menghancurkan sebuah kapal perang Ukraina yang berlabuh dan pasokan rudal antikapal yang dikirimkan oleh Amerika Serikat kepada rezim Kiev," demikian pernyataan resmi Kementerian Pertahanan Rusia.
"Sebuah pabrik perbaikan dan peningkatan kemampuan militer Ukraina juga mengalami kerusakan," imbuh pernyataan tersebut.
Berbicara kepada CNN beberapa jam setelah serangan itu, anggota parlemen Ukraina Oleksiy Goncharenko mengatakan Rusia "menunjukkan bahwa mereka ingin terus mengancam ketahanan pangan dunia."
Amerika Serikat pun mengomentari serangan Rusia itu. "Serangan itu menimbulkan keraguan serius pada kredibilitas komitmen Rusia," kata Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Anthony Blinken.
Blinken menambahkan bahwa itu "merusak pekerjaan PBB, Turki, dan Ukraina untuk mengirimkan makanan penting ke pasar dunia."
Komentar pedas juga datang dari Inggris. "Ini menunjukkan tidak sepatah kata pun yang diucapkan [Presiden Rusia Vladimir Putin] dapat dipercaya," cetus Liz Truss, Menteri Luar Negeri Inggris, salah satu calon perdana menteri Inggris untuk menggantikan Boris Johnson.