Secara terpisah, juru bicara junta militer Myanmar pada Selasa (23/3) waktu setempat menyebut 164 demonstran tewas dalam unjuk rasa sejak kudeta. Disebutkan juga bahwa sembilan anggota pasukan keamanan Myanmar tewas saat menghadapi para demonstran.
Baik data AAPP maupun laporan junta militer Myanmar belum bisa diverifikasi secara independen oleh Reuters.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pembunuhan demonstran di Myanmar memicu kemarahan dan menuai sanksi dari negara-negara Barat, termasuk Amerika Serikat (AS). Penggunaan kekuatan mematikan terhadap warga sipil juga menuai kecaman dari beberapa negara Asia Tenggara.
Namun junta militer Myanmar membantah telah menggunakan kekerasan berlebihan dan menegaskan tindakannya mematuhi norma internasional dalam menghadapi situasi yang disebutnya sebagai ancaman bagi keamanan nasional.
Data AAPP menyebut nyaris 90 persen korban tewas berjenis kelamin laki-laki. Sekitar 36 persen korban tewas berusia 24 tahun ke bawah.
Korban tewas paling muda berusia 7 tahun dan bernama Khin Myo Chit, yang tewas usai ditembak di kepala pada Selasa (23/3) waktu setempat di kota Mandalay. Dia sedang berada di rumahnya bersama sang ayah saat ditembak mati. Sementara korban tewas paling tua berusia 78 tahun dan bernama Win Kyi, yang tewas bersama 50 orang lainnya di distrik Hlaing Thayar, Yangon, pada 14 Maret lalu.
(nvc/ita)