Pasukan keamanan Myanmar kembali melepaskan tembakan terhadap para pengunjuk rasa antikudeta di negara bagian Karen, Myanmar. Ini terjadi saat para demonstran kembali turun ke jalan pada Kamis (25/3) pagi untuk menuntut kembali demokrasi.
Seperti dilansir AFP, Kamis (25/3/2021) junta militer telah melancarkan gelombang kekerasan mematikan saat berjuang memadamkan protes nasional terhadap kudeta 1 Februari dan penangkapan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi.
Meski begitu, pengunjuk rasa terus melakukan aksi melawan kudeta militer, menentang jam malam sambil menyalakan lilin untuk memperingati kematian para demonstran, serta turun ke jalan pada pagi hari untuk menghindari pasukan keamanan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sekitar pukul 6 pagi waktu setempat, pengunjuk rasa yang sedang mempersiapkan karung pasir di kota Hpa-An, negara bagian Karen, tiba-tiba diserbu oleh sejumlah tentara dan polisi dan mereka mencoba membersihkan jalan dengan menggunakan granat setrum.
"Setelah itu, mereka menembak dengan peluru karet serta peluru tajam, sekitar 50 tembakan," kata seorang pengunjuk rasa kepada AFP melalui telepon.
"Seorang siswa tertembak di paha dengan peluru tajam dan sekarang menerima perawatan medis," imbuhnya.
Seorang penduduk setempat mengkonfirmasi tindakan militer itu kepada AFP, dengan mengatakan kekerasan terjadi bahkan sebelum aksi protes dimulai.
Terlepas dari tindakan polisi, pengunjuk rasa di kota Hpa-An, negara bagian Karen terus mengadakan pertemuan dadakan sepanjang hari, berkendara melalui kota dan memberikan hormat tiga jari - tanda perlawanan terhadap junta militer.
Menurut laporan media lokal, di hari yang sama, pengunjuk rasa juga keluar di beberapa tempat di Yangon, berbaris dengan balon-balon merah saat fajar dengan tanda bertuliskan "Pergilah diktator teroris".
Di kota terbesar kedua Myanmar, Mandalay, sejumlah petugas kesehatan berdemo di jalan-jalan saat fajar sambil membawa bendera.
Protes pada Kamis itu dilakukan usai sebelumnya demonstran melakukan "serangan diam" yang menyebabkan jalan-jalan di Yangon dan pusat-pusat utama lainnya sepi.
Semalam, sebuah desa di selatan Mandalay menyalakan lilin untuk menunjukkan dukungan bagi sekelompok anggota parlemen yang digulingkan - disebut Komite untuk Mewakili Pyidaungsu Hluttaw (CRPH) - yang bekerja secara underground untuk melawan junta.
Junta militer telah melarang kelompok tersebut, mengumumkan bahwa setiap keterlibatan dengan mereka sama dengan "pengkhianatan tingkat tinggi".
Pada Kamis (25/3), media yang dikelola pemerintah juga melaporkan bahwa polisi telah menangkap 14 pemuda Yangon yang hendak melarikan diri dari kota itu ke wilayah timur Myanmar, yang dikendalikan oleh milisi etnis bersenjata.
Sejauh ini, ratusan orang telah melarikan diri ke negara bagian Karen, tempat kelompok pemberontak Karen National Union melindungi ratusan aktivis antikudeta yang melarikan diri dari junta militer.
Menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP), lebih dari 280 orang telah tewas sejak kudeta militer. Sementara junta Myanmar menyebutkan jumlah korban tewas jauh lebih rendah yaitu 164 orang, dan menyebut para korban sebagai "teroris yang melakukan kekerasan".