Jaksa AS Selidiki Dugaan 'Suap untuk Amnesti' di Gedung Putih

Jaksa AS Selidiki Dugaan 'Suap untuk Amnesti' di Gedung Putih

Novi Christiastuti - detikNews
Kamis, 03 Des 2020 18:28 WIB
FILE - In this Saturday, Sept. 19, 2020, file photo, an American flag flies at half-staff over the White House in Washington. A woman suspected of sending an envelope containing the poison ricin, which was addressed to White House, has been arrested at the New York-Canada border. (AP Photo/Patrick Semansky, File)
Ilustrasi (AP Photo/Patrick Semansky, File)
Washington DC -

Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) tengah menyelidiki dugaan tindak pidana penyaluran uang ke Gedung Putih dengan imbalan pengampunan presiden atau amnesti. Jaksa AS juga menyelidiki dugaan skema lobi rahasia di kalangan pejabat Gedung Putih.

Seperti dilansir Reuters, Kamis (3/12/2020), hal tersebut terungkap dalam dokumen pengadilan yang dibuka segelnya di pengadilan federal AS pekan ini.

Hakim distrik AS, Beryl Howell, pada Selasa (1/12) waktu setempat merilis dokumen yang banyak disensor yang menggambarkan apa yang disebutnya sebagai penyelidikan 'penyuapan untuk pengampunan'.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sekitar separuh dari dokumen 18 halaman itu disensor, dengan versi yang tersedia untuk publik hanya memberikan sedikit detail soal dugaan tindak pidana tersebut. Dokumen pengadilan itu juga tidak menyebut nama individu yang berpotensi terlibat.

Dokumen itu menyebut jaksa-jaksa federal di Washington DC menyatakan bahwa mereka telah memperoleh bukti skema suap di mana seseorang 'akan menawarkan kontribusi politik sebagai pertukaran dengan pengampunan presiden atau penangguhan hukuman'.

ADVERTISEMENT

Dokumen itu juga menyatakan bahwa para jaksa juga menyelidiki 'skema lobi rahasia' di mana dua individu tak teridentifikasi 'bertindak sebagai pelobi bagi beberapa pejabat senior Gedung Putih, tanpa mematuhi persyaratan pendaftaran yang diatur Undang-undang Pengungkapan Lobi'.

Seorang pejabat Departemen Kehakiman AS menyatakan tidak ada pejabat pemerintah yang menjadi target penyelidikan tersebut.

Terkait penyelidikan yang sama, Departemen Kehakiman AS harus meminta izin hakim Howell untuk memeriksa pertukaran email antara seorang pengacara dengan kliennya, yang tidak disebut identitasnya. Hakim Howell mengabulkan permintaan tersebut pada Agustus lalu, dengan menyatakan hak istimewa pengacara-klien tidak berlaku dalam kasus ini.

Jaksa-jaksa AS menyatakan pihaknya berencana 'mengkonfrontasi' tiga individu yang tidak disebut namanya terkait komunikasi tersebut dan menyelesaikan penyelidikan mereka.

Menurut dokumen yang dirilis itu, para penyidik pemerintah AS menyatakan telah menyita 'lebih dari 50 perangkat media digital, termasuk iPhone, iPad, laptop, USB flash drive, dan komputer serta eksternal hard drives'.

Diketahui bahwa Presiden AS menikmati kebebasan luas di bawah Konstitusi AS untuk mengampuni orang-orang yang dihukum karena tindak kejahatan federal. Pekan lalu, Presiden Donald Trump mengampuni mantan penasihat keamanan nasionalnya, Michael Flynn, yang sudah dua kali mengaku bersalah telah berbohong kepada FBI selama penyelidikan dugaan intervensi Rusia dalam pilpres 2016.

Itu menjadi yang pertama dari serentetan pengampunan yang mungkin akan diumumkan Trump dalam pekan-pekan terakhirnya di Gedung Putih.

Menurut hakim Howell dalam perintahnya, Departemen Kehakiman AS baru-baru ini memberitahu dirinya bahwa mereka ingin mencegah penyelidikan ini dipublikasikan karena dokumennya menyebut informasi detail soal 'individu dan tindakannya' yang belum didakwa secara resmi.

Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads