Mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad menulis di Twitter soal Muslim memiliki hak "untuk membunuh jutaan orang Prancis" usai serangan penusukan di Nice, Prancis. Cuitan itu memicu kecaman dan mendorong Twitter untuk menghapusnya.
Dilansir AFP, Jumat (30/10/2020) tiga orang tewas dalam serangan di sebuah gereja di kota Nice, Prancis selatan pada Kamis (29/10 pagi waktu setempat.
Tak lama setelah penusukan di Prancis itu, Mahathir menulis komentar yang menghebohkan dalam serangkaian tweet.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain berita tersebut, berikut ini berita-berita internasional yang menarik perhatian pembaca detikcom, hari ini, Jumat (30/10/2020):
- Soal Penusukan di Prancis, Ini Janji Biden Jika Terpilih Jadi Presiden AS
Calon presiden Amerika Serikat dari Demokrat, Joe Biden turut mendoakan para korban penusukan di Nice, Prancis. Biden berjanji, jika terpilih menjadi presiden, dia akan menindak tegas kekerasan ekstremis.
Dilansir AFP, Jumat (30/10/2020) Biden mengecam serangan penusukan "mengerikan" di sebuah gereja Prancis yang menewaskan tiga orang itu.
"Jill (istri Biden-red) dan saya membawa orang-orang Prancis dalam doa kami setelah serangan teror mengerikan di Nice - yang menargetkan orang-orang tak berdosa di rumah ibadah," katanya dalam sebuah cuitan di Twitter.
- Pelaku Penusukan di Prancis Baru Tiba di Eropa pada September
Kepolisian Prancis telah mengidentifikasi Brahim Aouissaoui, seorang imigran Tunisia sebagai pelaku penusukan di sebuah gereja di kota Nice. Pria itu saat ini dirawat di rumah sakit usai ditembak polisi saat penangkapan.
Seperti diberitakan CNN, Jumat (30/10/2020), Jaksa anti-teror Prancis, Jean-Francois Ricard Prancis mengatakan bahwa imigran tersebut tidak dikenal oleh dinas intelijen Prancis dan tidak ada dalam file sidik jari nasional.
Sebuah sumber yang diberitahu tentang penyelidikan serangan itu mengatakan kepada CNN, bahwa Aouissaoui memasuki Eropa pada bulan September 2020 melalui pulau Lampedusa di Italia selatan.
- Para Pemimpin Dunia Ramai-ramai Kutuk Penusukan di Prancis
Kecaman mengalir untuk aksi penusukan di Gereja Notre-Dame Basilica di Nice, Prancis. Para pemimpin dunia beramai-ramai memberikan dukungan untuk Prancis yang baru saja dilanda serangan brutal yang menewaskan tiga orang pada Kamis (29/10) waktu setempat.
Seperti dilansir AFP dan Associated Press, Jumat (30/10/2020), salah satu kecaman datang dari Kanselir Jerman, Angela Merkel, yang menyatakan dirinya 'sangat terguncang dengan pembunuhan brutal' yang terjadi di Prancis.
"Pikiran saya tertuju pada kerabat para korban yang tewas dan luka-luka. Jerman mendukung Prancis pada masa sulit ini," ucap Merkel dalam pernyataannya.
Perdana Menteri (PM) Inggris, Boris Johnson, menyatakan dirinya 'terkejut' atas 'serangan biadab di Notre-Dame Basilica'. "Pikiran kami tertuju untuk para korban dan keluarga mereka, dan Inggris berdiri teguh bersama Prancis dalam melawan teror dan intoleransi," ucapnya.
- Twitter Hapus Cuitan Mahathir Soal 'Hak Muslim Bunuh Jutaan Orang Prancis'
Mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad menulis di Twitter soal Muslim memiliki hak "untuk membunuh jutaan orang Prancis" usai serangan penusukan di Nice, Prancis. Cuitan itu memicu kecaman dan mendorong Twitter untuk menghapusnya.
Dilansir AFP, Jumat (30/10/2020) tiga orang tewas dalam serangan di sebuah gereja di kota Nice, Prancis selatan pada Kamis (29/10 pagi waktu setempat.
Tak lama setelah penusukan di Prancis itu, Mahathir menulis komentar yang menghebohkan dalam serangkaian tweet.
Twitter awalnya tidak menghapus komentar tersebut, tetapi akhirnya melakukannya usai mendapat reaksi marah dari pemerintah Prancis.
- Warga Muslim Prancis Marah dan Sedih Atas Penusukan di Nice
Warga Muslim di Prancis merasa marah dan sedih atas penusukan brutal yang menewaskan tiga orang di Gereja Notre-Dame di Nice. Kebanyakan dari mereka menegaskan bahwa tindak kejahatan itu tidak mewakili keyakinan mereka maupun nilai-nilai yang mereka pegang sebagai warga Prancis.
Seperti dilansir Al Jazeera, Jumat (30/10/2020), seorang aktivis hak-hak sipil Prancis, Yasser Louati, menyatakan bahwa pelaku tindak kejahatan semacam itu tidak membedakan antara Muslim dan Kristen, dan menganut ideologi yang asing bagi Islam.
"Seorang wanita dipenggal di dalam gereja, ini berarti orang-orang ini tidak ada hubungannya dengan yang suci. Tidak ada batasan moral bagi mereka," ucap Louati kepada Al Jazeera.