Warga Muslim di Prancis merasa marah dan sedih atas penusukan brutal yang menewaskan tiga orang di Gereja Notre-Dame di Nice. Kebanyakan dari mereka menegaskan bahwa tindak kejahatan itu tidak mewakili keyakinan mereka maupun nilai-nilai yang mereka pegang sebagai warga Prancis.
Seperti dilansir Al Jazeera, Jumat (30/10/2020), seorang aktivis hak-hak sipil Prancis, Yasser Louati, menyatakan bahwa pelaku tindak kejahatan semacam itu tidak membedakan antara Muslim dan Kristen, dan menganut ideologi yang asing bagi Islam.
"Seorang wanita dipenggal di dalam gereja, ini berarti orang-orang ini tidak ada hubungannya dengan yang suci. Tidak ada batasan moral bagi mereka," ucap Louati kepada Al Jazeera.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sekitar 750 orang tewas di masjid-masjid di seluruh dunia, mengapa kita tidak dapat menghubungkan titik-titiknya dan melihat bahwa ideologi ini telah menyebar hingga kita kalah dalam pertarungan gagasan. Kita menganggap serangan-serangan ini seolah-olah terpisah satu sama lain, padahal tidak," cetusnya.
Idriss Sihamedi, seorang aktivis yang yayasan amalnya, Barakacity, baru saja dibubarkan otoritas Prancis atas tuduhan menghasut kebencian, mengecam keras penusukan di Nice tersebut.
"Serangan-serangan ini serius, dan fakta bahwa ini terjadi di tempat-tempat di mana orang-orang mencari perdamaian membuatnya dua kali lipat lebih serius," sebutnya via Twitter.
"Dukungan untuk keluarga korban, tapi juga untuk umat beriman. Prancis tenggelam ke dalam kegilaan, kebencian, kemarahan dan balas dendam," ujarnya.
Tonton video 'Ngeri! Dua Korban Penusukan di Prancis Luka di Tenggorokan':