Seperti dilansir Anadolu Agency, Senin (30/12/2019), sejak awal November, jumlah orang yang mengamankan diri dari serangan udara di Idlib telah mencapai 284.000 orang, kata Direktur Kelompok Koordinasi Respons Suriah, Mohammad Hallaj.
Hallaj mengatakan jika serangan terus meningkat, ada kekhawatiran gelombang migrasi baru dapat dimulai dari wilayah Jabal Al-Zawiya di Idlib selatan. Warga sipil kesulitan menemukan tempat berlindung karena kurangnya bantuan dan sedikit tempat untuk mendirikan tenda dan infrastruktur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, katanya, kamp-kamp pengungsi diterjang banjir akibat hujan lebat yang membuat orang-orang terjebak di danau lumpur. Sehingga ribuan warga Suriah ini kehilangan tempat tinggal dan sangat membutuhkan bantuan.
Pada bulan September 2018, Turki dan Rusia sepakat untuk mengubah Idlib menjadi zona de-eskalasi di mana tindakan agresi secara tegas dilarang.
Sejak itu, lebih dari 1.300 warga sipil telah tewas dalam serangan oleh rezim dan pasukan Rusia di zona de-eskalasi ketika gencatan senjata terus dilanggar.
Tonton juga video Musim Dingin Tiba, Kondisi Memprihatinkan Pengungsi Suriah:
Lebih dari satu juta warga Suriah telah bergerak di dekat perbatasan Turki karena serangan hebat selama setahun terakhir.
Setelah pertemuan Kabinet Turki pekan lalu, juru bicara kepresidenan Ibrahim Kalin mengatakan Turki mengharapkan penghentian serangan-serangan ini sesegera mungkin melalui gencatan senjata baru.
Menurut Koalisi Nasional untuk Pasukan Revolusioner dan Oposisi Suriah, provinsi Idlib adalah rumah bagi sekitar 3 juta warga sipil, 75% di antaranya wanita dan anak-anak.
Sejak meletusnya perang saudara berdarah di Suriah pada tahun 2011, Turki telah mengambil sekitar 3,7 juta warga Suriah yang melarikan diri dari negara mereka, menjadikan Turki sebagai negara yang menampung pengungsi di dunia. Ankara sejauh ini menghabiskan USD 40 miliar untuk para pengungsi, menurut angka resmi.
Halaman 3 dari 2
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini