Komisi Percepatan Reformasi Polri mengusulkan penggunaan metode omnibus law dalam menyusun rekomendasi revisi Undang-Undang Polri serta peraturan pemerintah (PP) untuk mengatur ulang sistem penugasan anggota Polri di kementerian dan lembaga. Hal itu buntut polemik terbitnya Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Maka kami tadi sepakat untuk menggunakan metode omnibus, baik dalam perancangan undang-undangnya maupun juga perancangan PP," kata Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie kepada wartawan di Posko Komisi Reformasi, Jakarta Selatan, Kamis (18/12/2025).
"Misalnya, undang-undang kalau nanti ada kaitan dengan undang-undang lingkungan hidup, undang-undang tentang TNI, undang-undang tentang kehutanan, maka kita akan pertimbangkan ayat atau pasal yang saling terkait dengan kepolisian," lanjutnya.
Jimly menyebutkan salah satu PP yang dinilai mendesak ialah PP pelaksanaan Undang-Undang ASN yang hingga kini belum terbit. UU ASN diketahui berlaku sejak 2023.
Dia mengatakan pihaknya telah menghimpun masukan dari lebih 80 kelompok masyarakat serta ribuan masukan tertulis melalui surel dan grup WhatsApp. Segala masukan itu diterima sepanjang satu bulan komisi bekerja.
"Jadi hari ini sudah lebih dari satu bulan kami mulai menyusun agenda untuk mengadakan pilihan-pilihan memutuskan," jelas Jimly.
"Hari ini hanya prosedur kita mengambil keputusan di samping ada hal-hal yang kami anggap mendesak di antaranya karena kami sepakat nanti di akhir laporan kami kepada Presiden ada laporan menyeluruh dilampiri konsep rancangan undang-undang revisi Undang-Undang Polri dan juga rancangan PP," tambahnya.
Jimly juga mengaku awalnya tidak mengetahui akan munculnya Perpol Nomor 10 Tahun 2025 yang mengatur soal penempatan anggota polisi aktif pada 17 kementerian/lembaga.
"Jadi kami lagi rapat bertiga malam-malam terus saya pulang ke rumah saya dikasih WA ada perpol baru, saya forward ke Pak Ahmad Dofiri dia juga kaget, jadi kita enggak tahu. Kami tidak tahu. Kami tidak diberi tahu sebelumnya," ujarnya.
Salah satu anggota komisi, Otto Hasibuan, menilai polemik hukum yang muncul pascaputusan MK dan terbitnya perpol seharusnya tidak berlarut-larut. Dia menyebutkan perdebatan semata justru mengaburkan substansi persoalan.
"Jadi yang ingin saya bagikan kepada semua masyarakat adalah bahwa jangan kita terjebak dengan perdebatan-perdebatan hukumnya, tapi kita harus melihat substansi masalahnya," ungkap Otto.
Simak Video "Video: Kementerian Kebudayaan Minta DPR Dukung Pembuatan RUU Omnibus Law"
(ygs/dhn)