Komisi Reformasi Usul Omnibus Law dan PP Terintegrasi Terkait Perpol 10/2025

Komisi Reformasi Usul Omnibus Law dan PP Terintegrasi Terkait Perpol 10/2025

Rumondang Naibaho - detikNews
Kamis, 18 Des 2025 15:12 WIB
Komisi Reformasi Usul Omnibus Law dan PP Terintegrasi Terkait Perpol 10/2025
Komisi Percepatan Reformasi Polri (Ondang/detikcom)
Jakarta -

Komisi Percepatan Reformasi Polri mengusulkan penggunaan metode omnibus law dalam menyusun rekomendasi revisi Undang-Undang Polri serta peraturan pemerintah (PP) untuk mengatur ulang sistem penugasan anggota Polri di kementerian dan lembaga. Hal itu buntut polemik terbitnya Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK).

"Maka kami tadi sepakat untuk menggunakan metode omnibus, baik dalam perancangan undang-undangnya maupun juga perancangan PP," kata Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri Jimly Asshiddiqie kepada wartawan di Posko Komisi Reformasi, Jakarta Selatan, Kamis (18/12/2025).

"Misalnya, undang-undang kalau nanti ada kaitan dengan undang-undang lingkungan hidup, undang-undang tentang TNI, undang-undang tentang kehutanan, maka kita akan pertimbangkan ayat atau pasal yang saling terkait dengan kepolisian," lanjutnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jimly menyebutkan salah satu PP yang dinilai mendesak ialah PP pelaksanaan Undang-Undang ASN yang hingga kini belum terbit. UU ASN diketahui berlaku sejak 2023.

Dia mengatakan pihaknya telah menghimpun masukan dari lebih 80 kelompok masyarakat serta ribuan masukan tertulis melalui surel dan grup WhatsApp. Segala masukan itu diterima sepanjang satu bulan komisi bekerja.

ADVERTISEMENT

"Jadi hari ini sudah lebih dari satu bulan kami mulai menyusun agenda untuk mengadakan pilihan-pilihan memutuskan," jelas Jimly.

"Hari ini hanya prosedur kita mengambil keputusan di samping ada hal-hal yang kami anggap mendesak di antaranya karena kami sepakat nanti di akhir laporan kami kepada Presiden ada laporan menyeluruh dilampiri konsep rancangan undang-undang revisi Undang-Undang Polri dan juga rancangan PP," tambahnya.

Jimly juga mengaku awalnya tidak mengetahui akan munculnya Perpol Nomor 10 Tahun 2025 yang mengatur soal penempatan anggota polisi aktif pada 17 kementerian/lembaga.

"Jadi kami lagi rapat bertiga malam-malam terus saya pulang ke rumah saya dikasih WA ada perpol baru, saya forward ke Pak Ahmad Dofiri dia juga kaget, jadi kita enggak tahu. Kami tidak tahu. Kami tidak diberi tahu sebelumnya," ujarnya.

Salah satu anggota komisi, Otto Hasibuan, menilai polemik hukum yang muncul pascaputusan MK dan terbitnya perpol seharusnya tidak berlarut-larut. Dia menyebutkan perdebatan semata justru mengaburkan substansi persoalan.

"Jadi yang ingin saya bagikan kepada semua masyarakat adalah bahwa jangan kita terjebak dengan perdebatan-perdebatan hukumnya, tapi kita harus melihat substansi masalahnya," ungkap Otto.

"Inti persoalan kan adalah apakah sebenarnya kita itu setuju dan apakah itu juga bermanfaat kalau anggota kepolisian itu bisa menduduki jabatan di kelembagaan tertentu, kan itu inti persoalannya," sambung dia.

Menurut dia, pengisian jabatan oleh anggota Polri harus dibahas bersama lintas kementerian dan lembaga. Komisi mendorong Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, dan Imigrasi dan Pemasyarakatan untuk mengoordinasikan pembahasan lintas sektor tersebut, termasuk kemungkinan menerbitkan PP sebagai solusi transisi.

"Jadi perhatikan harus kita diskusikan bersama apa yang boleh dijabat, mana yang boleh tidak. Ini tidak boleh dalam kebijakan tertentu, tetapi antarlembaga itu harus bicara," tutur Otto.

"Nah di sini tadi Prof Jimly membicarakan, mungkinkah ini diinisiasi oleh Kemenko Hukum, HAM dan Imipas untuk mengkoordinir segala lembaga-lembaga, semua lembaga yang terkait untuk membicarakan ini. Supaya mungkin apakah perlu PP yang dikeluarkan segera untuk mengatasi persoalan ini," jelasnya.

Masih dalam kesempatan yang sama, anggota komisi lainnya, Mahfud MD menyatakan keputusan atas polemik Perpol Nomor 10 Tahun 2025 segera diumumkan oleh Polri.

"Jadi nanti yang akan mengumumkan nasib Perpol 10 Tahun 2025 itu adalah Mabes Polri. Entah momentum apa nanti akan ditentukan, tapi yang jelas keputusannya itu nanti sambil menunggu proses dimasukkan dalam peraturan yang lebih tinggi," imbuh Mahfud.

Polri Pastikan Sesuai Regulasi

Sebelumnya, Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko menjelaskan bahwa peraturan tersebut mengatur mekanisme pengalihan jabatan anggota Polri aktif dari organisasi dan tata kerja Polri ke jabatan organisasi dan tata kerja kementerian/lembaga.

Dia menyebutkan pengalihan jabatan anggota Polri tersebut telah dilandasi berdasarkan beberapa regulasi. Salah satunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri.

"Terdapat regulasi pada UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri pada Pasal 28 ayat (3) beserta penjelasannya yang masih memiliki kekuatan hukum mengikat setelah amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025," kata Trunoyudo kepada wartawan, Sabtu (13/12).

Selain itu, dia mengatakan ada Pasal 19 ayat (2) b UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Pada Pasal 19 ayat (2) huruf b disebutkan bahwa jabatan ASN tertentu dapat diisi dari anggota Polri.

Kemudian, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS). Trunoyudo mengatakan, pada Pasal 147, disebutkan bahwa jabatan ASN tertentu di lingkungan instansi pusat tertentu dapat diisi oleh anggota Polri sesuai dengan kompetensi.

Pelaksanaan Tugas Anggota Polri pada kementerian/lembaga/badan/komisi:

1. Kemenko Polkam,
2. Kementerian ESDM,
3. Kementerian Hukum,
4. Kementerian Imigrasi & Pemasyarakatan,
5. Kementerian Kehutanan,
6. Kementerian Kelautan dan Perikanan,
7. Kementerian Perhubungan,
8. Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia,
9. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional,
10. Lembaga Ketahanan Nasional,
11. ⁠Otoritas Jasa Keuangan,
12. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan,
13. Badan Narkotika Nasional,
14. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme,
15. Badan Intelijen Negara,
16. Badan Siber Sandi Negara, dan
17. Komisi Pemberantasan Korupsi.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Kementerian Kebudayaan Minta DPR Dukung Pembuatan RUU Omnibus Law"
[Gambas:Video 20detik]
(ygs/dhn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads