Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan penerapan sanksi pidana dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta harus ditempatkan sebagai upaya terakhir (ultimum remedium). MK menyatakan sanksi pidana dilakukan jika upaya sanksi administrasi hingga restorative justice tak terpenuhi.
Sidang putusan digelar di gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (17/12/2025). MK mengabulkan sebagian gugatan yang diajukan oleh sejumlah musisi, di antaranya Ariel NOAH, Raisa Andriana, Bunga Citra Lestari (BCL), Judika, hingga Armand Maulana.
MK mengabulkan gugatan Ariel dkk terkait pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta. Berikut isi pasal sebelum diubah:
Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 500 juta.
Adapun isi pasal 9 ayat 1 huruf f yang dimaksud ialah:
Pencipta atau Pemegang Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 memiliki hak ekonomi untuk melakukan:
f. pertunjukan ciptaan
Dalam putusannya, MK menyatakan sanksi pidana harus menjadi pilihan terakhir. MK meminta restorative justice diutamakan.
"Menyatakan frasa 'huruf f' dalam norma Pasal 113 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'dalam penerapan sanksi pidana dilakukan dengan terlebih dahulu menerapkan prinsip restorative justice'," kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan.
Dalam pertimbangannya, hakim konstitusi Enny Nurbaningsih menyebut penerapan sanksi pidana secara langsung terhadap pelanggaran hak cipta, khususnya yang berkaitan dengan pertunjukan karya seni, berpotensi menimbulkan rasa takut. Selain itu, juga bisa menghambat kebebasan seniman, musisi, serta pelaku pertunjukan dalam berkarya dan tampil di ruang publik.
"Dalam konteks hak cipta, sanksi pidana hanya akan diterapkan setelah semua upaya penyelesaian mekanisme yang lain, seperti sanksi administratif atau perdata, dinilai tidak memadai atau tidak memberikan penyelesaian," kata Enny.
(amw/haf)