KPK kembali menahan empat orang tersangka terkait kasus suap dan pemotongan anggaran pada proyek di Dinas PUPR Ogan Komering Ulu (OKU). KPK mengungkap praktik jual beli proyek di lingkungan Pemkab dan DPRD OKU menjadi hal lumrah.
"Bahwa sudah menjadi praktik umum di Pemkab OKU, praktik jual-beli proyek dengan memberikan sejumlah fee kepada Pejabat Pemkab OKU dan/atau DPRD," kata Plt Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (20/11/2025).
Dalam konstruksi kasus yang diusut KPK, Asep mengungkap ada pengkondisian jatah pokok pikiran (pokir) anggota yang diubah menjadi proyek fisik. DPRD Kabupaten OKU mendapatkan jatah dalam proyek tersebut.
"Bahwa dalam proses perencanaan anggaran tahun 2025 Pemkab OKU, terjadi pengkondisian jatah pokok-pokok pikiran (pokir) anggota DPRD yang diubah menjadi proyek fisik di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten OKU," kata Asep.
"Dimana jatah pokir disepakati sebesar Rp 45 miliar dengan pembagian untuk Ketua DPRD dan Wakil Ketua DPRD Rp 5 miliar, serta masing-masing anggota senilai Rp 1 miliar," imbuhnya.
Asep mengatakan, karena keterbatasan anggaran nilai itu turun menjadi Rp 35 miliar. Anggota DPRD OKU saat itu meminta 'jatah' sebesar 20 persen, dengan total fee sebesar Rp 7 miliar dari total anggaran.
"Bahwa kemudian, saat APBD tahun 2025 Kabupaten OKU disetujui, pembahasan anggaran Dinas PUPR justru mengalami kenaikan dari Rp 48 miliar menjadi Rp 96 miliar," tuturnya.
"Terkait proyek 'jatah' DPRD, NOP (Nopriansyah) selaku Kepala Dinas PUPR OKU melakukan pengkondisian fee atau jatah DPRD tersebut pada 9 proyek yang dikondisikan pengadaannya olehnya melalui e-katalog," jelasnya.
(wnv/dhn)