Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Total TPPU Nurhadi senilai Rp 308 miliar.
Hal itu terungkap dalam sidang dakwaan Nurhadi yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (18/11). Nurhadi sebelumnya divonis 6 tahun penjara dalam kasus suap dan gratifikasi penanganan perkara di MA senilai Rp 49 miliar.
Vonis Nurhadi ini terbilang ringan karena dia mendapat hukuman separuh dari tuntutan jaksa, yakni 12 tahun penjara. Nurhadi kemudian kembali ditangkap KPK untuk kedua kalinya saat baru saja dinyatakan bebas di Lapas Sukamiskin.
Nurhadi ditangkap kedua kalinya berkaitan dengan kasus dugaan TPPU terkait pengurusan perkara di lingkungan MA. Dia kembali menjalani penahanan sejak 29 Juni 2025.
Dirangkum detikcom, Rabu (19/11/2025), berikut ini sejumlah hal terungkap dalam sidang dakwaan pencucian uang yang menjerat Nurhadi:
1. Nurhadi Didakwa Gratifikasi Lagi, Kini Terima Rp 137 M
Nurhadi didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 137 miliar. Jaksa mengatakan gratifikasi itu diterima Nurhadi dari para pihak beperkara di lingkungan pengadilan, baik di tingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali.
"Melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, menerima gratifikasi, yaitu menerima uang yang seluruhnya berjumlah Rp 137.159.183.940 dari para pihak yang beperkara di lingkungan pengadilan, baik di tingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali," ujar jaksa saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (18/11).
Jaksa mengatakan gratifikasi itu diterima Nurhadi pada periode Juli 2013 sampai 2019 saat Nurhadi masih menjabat Sekretaris MA atau setelah selesai menjabat. Penerimaan ini bertentangan dengan kewajiban atau tugas Nurhadi.
"Bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya tersebut, Terdakwa menerima uang dari para pihak yang beperkara di lingkungan pengadilan, baik pada saat Terdakwa menjabat maupun telah selesai menjabat sebagai Sekretaris Mahkamah Agung Rl," ujarnya.
Jaksa mengatakan Nurhadi menerima gratifikasi itu menggunakan rekening menantunya bernama Rezky Herbiyono dan rekening orang lain yang diperintahkan Nurhadi serta Rezky. Penerimaan gratifikasi itu dilakukan secara bertahap.
"Secara bertahap dengan menggunakan rekening atas nama Rezky Herbiyono, yang merupakan menantu Terdakwa sekaligus orang kepercayaan Terdakwa, dan rekening atas nama orang lain yang diperintahkan oleh Terdakwa maupun Rezky Herbiyono, antara lain Calvin Pratama, Soepriyo Waskita Adi, dan Yoga Dwi Hartiar untuk menerima uang-uang dari pihak beperkara, yang seluruhnya berjumlah Rp 137.159.183.940," tutur jaksa.
Jaksa merinci gratifikasi itu diterima Nurhadi dari Hindria Kusuma, Bambang Harto Tjahjono, dan PT Sukses Abadi Bersama. Dari Dion Hardie dan PT Sukses Expamet, dari PT Freight Express Indonesia, serta penerimaan lainnya.
"Terhadap penerimaan gratifikasi berupa sejumlah uang tersebut di atas, Terdakwa tidak melaporkannya kepada Komisi Pemberantasan Korupsi dalam tenggang 30 hari sebagaimana ditentukan undang-undang, padahal penerimaan itu tanpa alas hak yang sah menurut hukum," ucap jaksa.
(fas/fca)